Dalam proses cetak 3D, seringkali muncul benang plastik yang tipis yang seharusnya tidak dicetak Ultimaker dan print head harusnya hanya melintas dari satu area ke area yang lain. Benang plastik tipis yang tidak diinginkan ini disebut stringing. Munculnya stringing ini bisa bergantung pada pemilihan material filamen, tetapi di sini kita mendeskripsikan beberapa hal umum yang dapat Anda lakukan ketika mengalami stringing.
Proses retraksi (retraction)
Di area pada sebuah printer yang mana printer itu harus melakukan pergerakan di antara dua bagian yang akan dicetak dan Anda tidak ingin meninggalkan plastik/filamen ketika proses retraction adalah suatu hal yang penting. Hal ini berarti bahwa filamen harus ditarik sedikit oleh feeder, sehingga tidak keluar dari nozzle saat proses pergerakan di antara dua bagian yang tidak dicetak.
Retraction adalah sebuah proses pengaturan yang dapat ditemukan di perangkat lunak Cura dan ditetapkan secara default. Jika Anda ragu pada pengaturan retraction yang sedang digunakan, maka adalah hal yang bijak untuk memeriksanya. Anda juga seharusnya dapat melihat hal ini di pengaturan Layers pada Cura. Garis kecil biru gelap vertikal menunjukkan retraction pada proses pencetakan. Walaupun proses retraction mungkin saja aktif, masih celah untuk terjadinya stringing pada lokasi yang tidak diinginkan.
Temperatur
Mengurangi jumlah dari stringing, maka pengaturan temperatur atau suhu adalah kuncinya. Suhu yang tinggi mengakibatkan material (filamen) akan menjadi lebih cair yang mana akan membuat material tersebut mudah untuk menetes dari nozzle (meskipun proses retraction sudah terjadi). Dengan menggunakan temperatur yang lebih rendah, material menjadi kurang cair, sehingga mengurangi munculnya benang tipis tersebut (string).
Sulit untuk memastikan pada temperatur berapa tepatnya, karena hal ini bergantung pada material yang digunakan (bahkan warna berbeda menghasilkan hal yang berbeda juga) dan juga pada pengaturan pencetakan lain yang digunakan. Tetapi jika Anda menemukan stringing pada proses pencetakan Anda, kita merekomendasikan untuk mengurangi temperatur kira-kira setiap 10 derajat untuk menemukan pengaturan terbaik dari material yang digunakan. Kita menemukan bahwa pencetakan dengan menggunakan PLA, kita mampu mengurangi temperatur hingga menjadi 180 derajat.
Kecepatan
Selain pengurangan temperatur, kecepatan dari proses pencetakan 3D juga berperan penting. Jika Anda mengurangi temperatur, terdapat kesempatan untuk material mengalami underextruding ketika pengaturan kecepatan dari extruder (sangat) tinggi. Oleh karena itu, disarankan untuk mengurangi kecepatan tersebut. Sebagai contoh, Anda harus mencapai suhu 180 derajat pada PLA dengan kecepatan pencetakan atau extruder kira-kira 20 mm/s.
Lebih lanjut, dengan meningkatkan kecepatan pencetakan juga dapat mencegah terjadinya stringing. Hal ini dikarenakan, ketika print head bergerak lebih cepat, material memiliki waktu/kesempatan yang lebih sedkit untuk menetes atau jatuh pada area yang bukan bagian dari pencetakan ketika nozzle berpindah ke area yang lain. Kecepatan perpindahan sebesar 200 mm/s seharusnya baik untuk sebagian besar pada proses pencetakan 3D.
Dengan pengaturan yang tepat, Anda dapat mengurangi jumlah dari stringing.
Sumber:
https://ultimaker.com
Mengenal teknologi printer 3D (tiga dimensi) dan juga menemukan potensi besar yang berpengaruh pada kehidupan kita. Menggali potensi printer 3D atau cetak 3D baik untuk sekedar hobi hingga menjadi peluang usaha baru.
Jumat, 22 Desember 2017
Rabu, 20 Desember 2017
Wanita asal Wales yang memiliki rahang cetak 3D pertama di dunia.
Artikel kali ini membahas penggunaan teknik cetak 3D dalam bidang kesehatan.
Seorang wanita bernama Debbie Hawkins dari Swansea di Wales menjadi orang pertama di dunia yang memiliki rahang cetak 3D.
Wanita ini pernah memiliki tumor di tulang rahang bagian bawah yang tumbuh begitu cepat, hingga hampir menghancurkan tulang rahangnya. Setelah melalui proses konsultasi yang panjang dengan rumah sakit Morriston Swansea, disimpulkan bahwa teknik konvensional tidak mampu menghilangkan tumor itu. Sebuah pendekatan yang lebih inovatif dibutuhkan.
Dengan segala sumber daya yang mampu mereka kumpulkan, tim bedah dari rumah sakit tersebut mengembangkan sebuah metode yang kreatif untuk merekonstruksi rahang melalui teknologi cetak 3D.
Dengan menggunakan teknologi pemindai 3D untuk merencanakan operasi dalam detil yang presisi, para dokter di tim tersebut mulai bekerja membentuk ulang rahang dari Debbie melalui sebuah kombinasi dari cangkokan tulang secara tradisional dan kepingan titanium yang dicetak 3D, disesuaikan dengan anatomi rahang Debbie.
“Ketika mereka mengatakan tentang prosedur apa yang dipakai, saya takut awalnya,” kata Debbie.”Saya sungguh tidak tahu apa yang saya harapkan. Tetapi apa yang telah mereka lakukan dan rehabilitasi yang saya terima, sungguh luar biasa.”
Setelah dua minggu di rumah sakit pasca operasi, Debbie Hawkins pulang ke rumah. Dia dapat kembali bekerja dalam waktu tiga bulan.
Sebagai metode operasi yang pertama kali dilakukan, teknik dari rumah sakit Morriston ini adalah sebuah perbaikan yang sangat besar terhadap metode tradisional yang sudah ada, yang mana termasuk pada proses pengambilan beberapa centimeter tulang betis dari kaki seorang pasien untuk mengganti bagian dari rahang. Meskipun telah digunakan secara luas, metode tradisional dapat mengandung bentuk dari garis rahang pasien, namun menghasilkan rahang yang kurang layak untuk digunakan dalam proses pencangkokan (dental implan).
Teknik dari rumah sakit Morriston, di sisi yang lain, menggunakan hasil gambar CT dari Debbi, untuk merancang pelat cetak 3D titanium yang mirip secara anatomi dengan presisi untuk menahan tulang betis tetap pada tempatnya, menjaga bentuk estetika alami dari garis rahang. Panduan pemotongan (cutting guide) yang dibuat tim itu untuk memastikan bahwa tulang yang diambil dari tulang betis sesuai/pas dengan bagian rahang yang dibuang.
Menurut Peter Llewelyn Evans, manajer Maxillofacial Laboratory Services dari rumah sakit Morriston Hospital, “Pencangkokan titanium tersebut pas atau cocok dengan rahang dari pasien yang mana dokter bedah tidak harus melakukan penyesuaian yang lain lagi. ”
Teknik ini terbukti sangat efektif sehingga tim dari rumah sakit ini telah mengadopsinya dan memasukkannya pada daftar penanganan (roster of treatments). Konsultan bedah yang menangani kasus Debbie Madhav Kittur mencatat bahwa lima prosedur telah dilakukan pada proses pembedahan tersebut, dengan prosedur keenam saat ini dalam tahap perencanaan.
“Proses ini telah menghilangkan ketidakpastian,”tambah Kittur.”Kita tahu secara pasti apa yang akan terjadi sebelum kita masuk ke dalam ruang operasi karena semua sudah dirangcang dengan komputer.”
Efisiensi adalah salah satu dari sekian banyak keuntungan dengan prosedur baru ini: yang mana teknik operasi tradisional akan membutuhkan waktu antara 8-10 jam, namun dengan teknik baru ini dapat menghemat waktu hingga dua jam. “Ini merupakan sebuah kemajuan besar,” kata Kittur.”Selain itu juga lebih baik secara estetika, pasien mendapatkan pembiusan dalam waktu yang lebih sedikit serta proses pemulihan yang lebih baik.”
Debbie setuju. ”Terkadang saya punya sedikit masalah ketika berbicara, karena saya harus memastikan pergerakan dari rahang,” tambah Debbie. “Tetapi, saya merasa lebih baik. Di satu masa, saya kurang nyaman dengan hal itu, tetapi saya semakin lebih baik sepanjang waktu itu.”
Sumber :http://www.3ders.org
Seorang wanita bernama Debbie Hawkins dari Swansea di Wales menjadi orang pertama di dunia yang memiliki rahang cetak 3D.
Wanita ini pernah memiliki tumor di tulang rahang bagian bawah yang tumbuh begitu cepat, hingga hampir menghancurkan tulang rahangnya. Setelah melalui proses konsultasi yang panjang dengan rumah sakit Morriston Swansea, disimpulkan bahwa teknik konvensional tidak mampu menghilangkan tumor itu. Sebuah pendekatan yang lebih inovatif dibutuhkan.
Dengan segala sumber daya yang mampu mereka kumpulkan, tim bedah dari rumah sakit tersebut mengembangkan sebuah metode yang kreatif untuk merekonstruksi rahang melalui teknologi cetak 3D.
Dengan menggunakan teknologi pemindai 3D untuk merencanakan operasi dalam detil yang presisi, para dokter di tim tersebut mulai bekerja membentuk ulang rahang dari Debbie melalui sebuah kombinasi dari cangkokan tulang secara tradisional dan kepingan titanium yang dicetak 3D, disesuaikan dengan anatomi rahang Debbie.
“Ketika mereka mengatakan tentang prosedur apa yang dipakai, saya takut awalnya,” kata Debbie.”Saya sungguh tidak tahu apa yang saya harapkan. Tetapi apa yang telah mereka lakukan dan rehabilitasi yang saya terima, sungguh luar biasa.”
Setelah dua minggu di rumah sakit pasca operasi, Debbie Hawkins pulang ke rumah. Dia dapat kembali bekerja dalam waktu tiga bulan.
Sebagai metode operasi yang pertama kali dilakukan, teknik dari rumah sakit Morriston ini adalah sebuah perbaikan yang sangat besar terhadap metode tradisional yang sudah ada, yang mana termasuk pada proses pengambilan beberapa centimeter tulang betis dari kaki seorang pasien untuk mengganti bagian dari rahang. Meskipun telah digunakan secara luas, metode tradisional dapat mengandung bentuk dari garis rahang pasien, namun menghasilkan rahang yang kurang layak untuk digunakan dalam proses pencangkokan (dental implan).
Teknik dari rumah sakit Morriston, di sisi yang lain, menggunakan hasil gambar CT dari Debbi, untuk merancang pelat cetak 3D titanium yang mirip secara anatomi dengan presisi untuk menahan tulang betis tetap pada tempatnya, menjaga bentuk estetika alami dari garis rahang. Panduan pemotongan (cutting guide) yang dibuat tim itu untuk memastikan bahwa tulang yang diambil dari tulang betis sesuai/pas dengan bagian rahang yang dibuang.
Menurut Peter Llewelyn Evans, manajer Maxillofacial Laboratory Services dari rumah sakit Morriston Hospital, “Pencangkokan titanium tersebut pas atau cocok dengan rahang dari pasien yang mana dokter bedah tidak harus melakukan penyesuaian yang lain lagi. ”
Teknik ini terbukti sangat efektif sehingga tim dari rumah sakit ini telah mengadopsinya dan memasukkannya pada daftar penanganan (roster of treatments). Konsultan bedah yang menangani kasus Debbie Madhav Kittur mencatat bahwa lima prosedur telah dilakukan pada proses pembedahan tersebut, dengan prosedur keenam saat ini dalam tahap perencanaan.
“Proses ini telah menghilangkan ketidakpastian,”tambah Kittur.”Kita tahu secara pasti apa yang akan terjadi sebelum kita masuk ke dalam ruang operasi karena semua sudah dirangcang dengan komputer.”
Efisiensi adalah salah satu dari sekian banyak keuntungan dengan prosedur baru ini: yang mana teknik operasi tradisional akan membutuhkan waktu antara 8-10 jam, namun dengan teknik baru ini dapat menghemat waktu hingga dua jam. “Ini merupakan sebuah kemajuan besar,” kata Kittur.”Selain itu juga lebih baik secara estetika, pasien mendapatkan pembiusan dalam waktu yang lebih sedikit serta proses pemulihan yang lebih baik.”
Debbie setuju. ”Terkadang saya punya sedikit masalah ketika berbicara, karena saya harus memastikan pergerakan dari rahang,” tambah Debbie. “Tetapi, saya merasa lebih baik. Di satu masa, saya kurang nyaman dengan hal itu, tetapi saya semakin lebih baik sepanjang waktu itu.”
Sumber :http://www.3ders.org
Senin, 18 Desember 2017
Peneliti membuat objek 3D digital dari data hasil pemindaian 3D yang tidak lengkap.
Peneliti dari Universitas Saarland Jerman dan Institut Max Planck bergabung bersama Intel dalam mengembangkan pengkreasian objek 3D digital menggunakan hasil pemindaian data 3D yang tidak lengkap. Vconv-DAE adalah sebuah enkoder otomatis volumetric konvolusional yang mempelajari representasi volumetric dari data yang rusak.
Pemindaian 3D memiliki jangkauan yang luas dalam penerapannya, mulai dari teknik reverse (reverse engineering) di bidang otomotif dan sektor penerbangan, pengumpulan data anatomi untuk keperluan pembuatan kaki palsu, hingga mencetak hasil foto selfie.
Namun, ketika pemindaian 3D yang kita lakukan tidak lengkap atau terdapat gangguan dari hasil pemindaian, maka data yang diperoleh menjadi tidak berarti untuk dirender. Memang hal ini bukan sesuatu yang jarang terjadi: pencahayaan yang kurang tepat, gerakan selama pemindaian, dan faktor lainnya dapat menghasilkan model 3D yang buruk.
Cara terbaik untuk melawan masalah tadi adalah dengan mengeliminasi pada sumbernya, dengan berinvestasi pada peralatan pencahayaan yang tepat, tatakan yang berotasi secara stabil dan berbagai macam alat yang lain. Tetapi ketika pilihan ini tidak tersedia, maka perlu jalur lain untuk dieksplorasi.
Sebuah jalur potensial baru saja dikembangkan oleh sebuah grup peneliti yang memiliki banyak sumber dan kemampuan, yang terdiri atas perwakilan dari perusahaan raksasa komputer Intel dan dua institut dari Jerman: Institut Max Planck dan Universitas Saarland di Saarbrucken.
Bersama-sama, tim multidisiplin ini telah mengembangkan VConv-DAE, sebuah enkoder pembelajaran bentuk volumetrik dari data yang rusak dengan mengestimasi grid dari voxel.
Peneliti tersebut mengatakan bahwa alat atau metode ini sempurna untuk mengatasi menghilangkan gangguan (noise) dan penyempurnaan bentuk yang dapat muncul selama penerapan pemindaian 3D.
“Walaupun teknologi pemindaian 3D telah membuat progres signifikan dalam beberapa tahun ini, tetap masih ada tantangan untuk mendapatkan gambar geometri dan bentuk dari sebuah objek yang nyata secara digital dan otomatis,” ucap Mario Fritz, pemimpin dari grup Scalable Learning and Perception dari Institut Max Planck.
Salah satu kelemahan dari perangkat keras berbasis Kinect adalah ketidakmampuan untuk mengenali secara akurat sebuah tekstur yang beragaam. Hal ini membuat permukaan yan terlalu bersifat refleksif, berbintik-bintik atau jika tidak masalah sulit untuk mengenali mungkin muncul pada data 3D yang tidak akurat-sesuatu yang mempengaruhi hasil cetak 3D.
“Hasil yang cacat atau tidak lengkap dari geometri 3D kemudian menghadirkan masalah yang nyata pada sejumlah aplikasi, seperti pada augmented reality, ketika bekerja dengan robot atau pada pencetakan 3D,” ucap Fritz.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, alat yang baru saja dikembangkan, yakni Vconv-DAE menggunakan sebuah jaringan syaraf pembelajaran dalam yang khusus untuk membangun model 3D dari himpunan data yang tidak lengkap.
Rahasia agar enkoder tersebut dapat sukses, menurut para peneliti itu adalah dengan menghindari kesalahan intuisif dari pemberian sebuah label untuk setiap objek:”hasil pelatihan sama baik dengan dengan representasi hasil, yang sangat kuat dan tidak perlu terkait dengan ide dari pemberian label dari objek,” mereka berpendapat, bahwa metode estimasi grid dari penempatan voxel mereka bekerja lebih baik.
Menariknya, teknik baru ini menawarkan performa yang kompetitif ketika digunakan untuk proses klasifikasi di samping itu juga memberikan hasil yang menjajikan untuk interpolasi bentuk.
Pada akhirnya, hal ini dapat berkontribusi pada sebuah generasi baru dari peralatan pemindaian 3D yang menyederhanakan perangkat keras seperti Kinect untuk memproduksi data 3D yang sangat akurat tanpa kehilangan satu pun informasinya. Hal ini, menurut peneliti itu, adalah hal yang lebih dibutuhkan dibanding sebuah harapan.
“Di masa mendatang, adalah sesuatu yang mungkin untuk mengambil gambar dari objek dunia nyata secara sederhana dan cepat dan mengerjakan dalam bentuk proyek yang realistis hingga mengubahnya menjadi bentuk dunia digital, ” kata Philipp Slusallek, profesor grafik komputer dari Unversitas Saarland dan scientific director dari Pusat Riset Jerman untuk Kecerdasan Buatan (DFKI).
Slusallek saat ini adalah tokoh yang memimpin proyek penelitian gabungan eropa, “Distributed 3D Object Design” DISTRO, sebuah jaringan yang membawa bersama laboratorium terkemuka pada Komputasi Visual dan Grafik Komputasi 3D di seluruh eropa dengan tujuan dari pelatihan adalah membentuk generasi baru dari peneliti, ilmuan, dan para pengusaha di bidang desain objek 3D terdistribusi, modifikasi dan perakitan.
Sumber:http://www.3ders.org
Pemindaian 3D memiliki jangkauan yang luas dalam penerapannya, mulai dari teknik reverse (reverse engineering) di bidang otomotif dan sektor penerbangan, pengumpulan data anatomi untuk keperluan pembuatan kaki palsu, hingga mencetak hasil foto selfie.
Namun, ketika pemindaian 3D yang kita lakukan tidak lengkap atau terdapat gangguan dari hasil pemindaian, maka data yang diperoleh menjadi tidak berarti untuk dirender. Memang hal ini bukan sesuatu yang jarang terjadi: pencahayaan yang kurang tepat, gerakan selama pemindaian, dan faktor lainnya dapat menghasilkan model 3D yang buruk.
Cara terbaik untuk melawan masalah tadi adalah dengan mengeliminasi pada sumbernya, dengan berinvestasi pada peralatan pencahayaan yang tepat, tatakan yang berotasi secara stabil dan berbagai macam alat yang lain. Tetapi ketika pilihan ini tidak tersedia, maka perlu jalur lain untuk dieksplorasi.
Sebuah jalur potensial baru saja dikembangkan oleh sebuah grup peneliti yang memiliki banyak sumber dan kemampuan, yang terdiri atas perwakilan dari perusahaan raksasa komputer Intel dan dua institut dari Jerman: Institut Max Planck dan Universitas Saarland di Saarbrucken.
Bersama-sama, tim multidisiplin ini telah mengembangkan VConv-DAE, sebuah enkoder pembelajaran bentuk volumetrik dari data yang rusak dengan mengestimasi grid dari voxel.
Peneliti tersebut mengatakan bahwa alat atau metode ini sempurna untuk mengatasi menghilangkan gangguan (noise) dan penyempurnaan bentuk yang dapat muncul selama penerapan pemindaian 3D.
“Walaupun teknologi pemindaian 3D telah membuat progres signifikan dalam beberapa tahun ini, tetap masih ada tantangan untuk mendapatkan gambar geometri dan bentuk dari sebuah objek yang nyata secara digital dan otomatis,” ucap Mario Fritz, pemimpin dari grup Scalable Learning and Perception dari Institut Max Planck.
Salah satu kelemahan dari perangkat keras berbasis Kinect adalah ketidakmampuan untuk mengenali secara akurat sebuah tekstur yang beragaam. Hal ini membuat permukaan yan terlalu bersifat refleksif, berbintik-bintik atau jika tidak masalah sulit untuk mengenali mungkin muncul pada data 3D yang tidak akurat-sesuatu yang mempengaruhi hasil cetak 3D.
“Hasil yang cacat atau tidak lengkap dari geometri 3D kemudian menghadirkan masalah yang nyata pada sejumlah aplikasi, seperti pada augmented reality, ketika bekerja dengan robot atau pada pencetakan 3D,” ucap Fritz.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, alat yang baru saja dikembangkan, yakni Vconv-DAE menggunakan sebuah jaringan syaraf pembelajaran dalam yang khusus untuk membangun model 3D dari himpunan data yang tidak lengkap.
Rahasia agar enkoder tersebut dapat sukses, menurut para peneliti itu adalah dengan menghindari kesalahan intuisif dari pemberian sebuah label untuk setiap objek:”hasil pelatihan sama baik dengan dengan representasi hasil, yang sangat kuat dan tidak perlu terkait dengan ide dari pemberian label dari objek,” mereka berpendapat, bahwa metode estimasi grid dari penempatan voxel mereka bekerja lebih baik.
Menariknya, teknik baru ini menawarkan performa yang kompetitif ketika digunakan untuk proses klasifikasi di samping itu juga memberikan hasil yang menjajikan untuk interpolasi bentuk.
Pada akhirnya, hal ini dapat berkontribusi pada sebuah generasi baru dari peralatan pemindaian 3D yang menyederhanakan perangkat keras seperti Kinect untuk memproduksi data 3D yang sangat akurat tanpa kehilangan satu pun informasinya. Hal ini, menurut peneliti itu, adalah hal yang lebih dibutuhkan dibanding sebuah harapan.
“Di masa mendatang, adalah sesuatu yang mungkin untuk mengambil gambar dari objek dunia nyata secara sederhana dan cepat dan mengerjakan dalam bentuk proyek yang realistis hingga mengubahnya menjadi bentuk dunia digital, ” kata Philipp Slusallek, profesor grafik komputer dari Unversitas Saarland dan scientific director dari Pusat Riset Jerman untuk Kecerdasan Buatan (DFKI).
Slusallek saat ini adalah tokoh yang memimpin proyek penelitian gabungan eropa, “Distributed 3D Object Design” DISTRO, sebuah jaringan yang membawa bersama laboratorium terkemuka pada Komputasi Visual dan Grafik Komputasi 3D di seluruh eropa dengan tujuan dari pelatihan adalah membentuk generasi baru dari peneliti, ilmuan, dan para pengusaha di bidang desain objek 3D terdistribusi, modifikasi dan perakitan.
Sumber:http://www.3ders.org
Jumat, 15 Desember 2017
Desain sel surya yang lebih efisien yang terinspirasi dari sayap kupu-kupu hitam dan cetak 3D.
Pernakah Anda mendengar teori tentang sebuah sayap kupu-kupu yang "mengepak" di salah satu bagian bumi dan kemudian mengakibatkan badai di bagian bumi yang lain? Saat ini perkembangan cetak 3D dipengaruhi oleh oleh hewan berwarna lebih indah yang masih merupakan kerabat dari golongan ngengat ini. Hewan ini dapat membuktikan kontribusi besarnya pada masa depan dari iklim kita, dan dalam kasus ini, kupu-kupu tidak perlu melakukan hal apa pun.
Sebuah tim peneliti dari Caltech dan Institut Teknologi Karlshure Jerman mendapat ide dari struktur sayap kupu-kupu untuk mendesain panel surya yang inovatif. Sehingga dapat menyerap cahaya lebih efisien lagi.
Sebagai sumber energi yang terbarukan dan bersih, kita bisa melakukan banyak hal yang buruk daripada matahari. Untunglah sel photovoltaic mampu menyerap cahaya dalam jumlah yang besar untuk mengubahnya menjadi daya selama bertahun-tahun.
Pengaruh bahwa hal ini dapat digunakan untuk iklim kita masih kecil, karena keterbatasan efisiensi dari alat-alat penyerapan yang mana energi panas matahari masih relatif mahal sekalai dibanding dengan sumber energi tradisional, dan hal ini tidak diterapkan sesering mungkin. Sel surya yang menggunakan film yang tipis, khususnya, masih kurang pada bagian bagaimana agar alat itu dapat menangkap cahaya dengan baik.
Para peneliti secara konstan sedang mencari cara untuk meningkatkan atau memperbaiki keadaan ini dan membantu menjaga lingkungan alami ini dengan lebih efektif lagi, sehingga apa tempat yang lebih baik untuk mendapat inspirasi dari bumi kalau bukan dari bumi alami itu sendiri?
Karena itu munculah, kupu-kupu hitam. Secara ilmiah memiliki nama Pachliopta aristolochiae, yang merupakan anggota famili Lepidoptera dari serangga alami Asia Selatan dan Asia Tenggara, dan mempunyai sebuah struktur sayap yang unik sehingga dapat membawa pengembangan sel photovoltaic kecil yang lebih efisien. Sayap itu dilapisi oleh sisik kecil, yang dapat memanen cahaya matahari pada sebuah jangkuan yang lebar dari berbagai sudut dan panjang gelombang yang berbeda-beda.
Sisik-sisik ini dapat menjadi kunci dalam mendesain miniatur panel surya di masa depan dan tidak seperti kebanyakan proyek penelitian insinyur canggih yang lain, Mother Nature menyediakan jasa desain panel surya itu secara gratis.
“Desain struktur dari sayap-sayap kupu-kupu hitam secara simultan menyediakan kestabilan mekanis yang baik ketika memanen cahaya dengan efisiensi yang luar biasa,”kata Radwanul Siddique dari Caltech , salah satu penulis utama dari jurnal berjudul “Bioisnpired phase-separated disordered nanostructures for thin photovoltaic absorbers” yang diterbitkan baru-baru ini di Science Advances.
Terinspirasi dari fisiologi kupu-kupu dan teknik cetak 3D, Siddique dan timnya memutuskan untuk menciptakan sebuah model 3D virtual dari sayap serangga, berdasarkan gambar mikroskopknya.
Tim kemudian menghitung kapasitas penyerapan cahaya yang sayap miliki agar memahami lebih baik lagi sifat optik dari sayap itu. Setelah itu, langkah logis selanjutnya adalah membuat beberapa sel surya dari bahan silikon yang meniru struktur dengan lubang berpori sangat kecil (nanohole) dari sayap. Pengujian yang telah dilakukan pada panel ini, menunjukkan penyerapan cahaya meningkat hingga 200 % dibanding model struktur sebelumnya.
Para peneliti ini akan melanjutkan pekerjaan mereka pada desain dari penyerap photovoltaic mereka, dengan harapan akan meningkatkan kemampuan pengumpulan cahaya lebih jauh lagi. Salah satu cara yang mereka pikirkan mereka dapat kembangkan pada struktur itu akan di optimalkan pada bagian dari engraving profile, sebagai contoh;dengan sebuah model piramida terbalik daripada menggunakan model berbentuk tabung.
Sebuah tim peneliti dari Caltech dan Institut Teknologi Karlshure Jerman mendapat ide dari struktur sayap kupu-kupu untuk mendesain panel surya yang inovatif. Sehingga dapat menyerap cahaya lebih efisien lagi.
Sebagai sumber energi yang terbarukan dan bersih, kita bisa melakukan banyak hal yang buruk daripada matahari. Untunglah sel photovoltaic mampu menyerap cahaya dalam jumlah yang besar untuk mengubahnya menjadi daya selama bertahun-tahun.
Pengaruh bahwa hal ini dapat digunakan untuk iklim kita masih kecil, karena keterbatasan efisiensi dari alat-alat penyerapan yang mana energi panas matahari masih relatif mahal sekalai dibanding dengan sumber energi tradisional, dan hal ini tidak diterapkan sesering mungkin. Sel surya yang menggunakan film yang tipis, khususnya, masih kurang pada bagian bagaimana agar alat itu dapat menangkap cahaya dengan baik.
Para peneliti secara konstan sedang mencari cara untuk meningkatkan atau memperbaiki keadaan ini dan membantu menjaga lingkungan alami ini dengan lebih efektif lagi, sehingga apa tempat yang lebih baik untuk mendapat inspirasi dari bumi kalau bukan dari bumi alami itu sendiri?
Karena itu munculah, kupu-kupu hitam. Secara ilmiah memiliki nama Pachliopta aristolochiae, yang merupakan anggota famili Lepidoptera dari serangga alami Asia Selatan dan Asia Tenggara, dan mempunyai sebuah struktur sayap yang unik sehingga dapat membawa pengembangan sel photovoltaic kecil yang lebih efisien. Sayap itu dilapisi oleh sisik kecil, yang dapat memanen cahaya matahari pada sebuah jangkuan yang lebar dari berbagai sudut dan panjang gelombang yang berbeda-beda.
Sisik-sisik ini dapat menjadi kunci dalam mendesain miniatur panel surya di masa depan dan tidak seperti kebanyakan proyek penelitian insinyur canggih yang lain, Mother Nature menyediakan jasa desain panel surya itu secara gratis.
“Desain struktur dari sayap-sayap kupu-kupu hitam secara simultan menyediakan kestabilan mekanis yang baik ketika memanen cahaya dengan efisiensi yang luar biasa,”kata Radwanul Siddique dari Caltech , salah satu penulis utama dari jurnal berjudul “Bioisnpired phase-separated disordered nanostructures for thin photovoltaic absorbers” yang diterbitkan baru-baru ini di Science Advances.
Terinspirasi dari fisiologi kupu-kupu dan teknik cetak 3D, Siddique dan timnya memutuskan untuk menciptakan sebuah model 3D virtual dari sayap serangga, berdasarkan gambar mikroskopknya.
Tim kemudian menghitung kapasitas penyerapan cahaya yang sayap miliki agar memahami lebih baik lagi sifat optik dari sayap itu. Setelah itu, langkah logis selanjutnya adalah membuat beberapa sel surya dari bahan silikon yang meniru struktur dengan lubang berpori sangat kecil (nanohole) dari sayap. Pengujian yang telah dilakukan pada panel ini, menunjukkan penyerapan cahaya meningkat hingga 200 % dibanding model struktur sebelumnya.
Para peneliti ini akan melanjutkan pekerjaan mereka pada desain dari penyerap photovoltaic mereka, dengan harapan akan meningkatkan kemampuan pengumpulan cahaya lebih jauh lagi. Salah satu cara yang mereka pikirkan mereka dapat kembangkan pada struktur itu akan di optimalkan pada bagian dari engraving profile, sebagai contoh;dengan sebuah model piramida terbalik daripada menggunakan model berbentuk tabung.
Insinyur dari Technical University Eindhoven membuat jembatan menggunakan printer 3D.
Insinyur di Belanda sedang menggunakan printer 3D yang mencetak beton untuk membangun jembatan cetak pertama di dunia. Jembatan tersebut dikhususkan untuk pengguna sepeda. Pihak kampus yakni Technical University di Eindhoven, sedang mengkonstruksi jembatan selama beberapa minggu ini dengan menggunakan bantuan robot dan sebuah kerangka bangunan. Jembatan itu akan berukuran delapan meter dan menggunakan delapan ratus lapisan dari beton dan mortar. Kampus tersebut sedang membangun jembatan itu di kota Gemeert yang nantinya terletak di sebelah dari patung Lady of Gemert-sebuah tetengger kota tersebut-. Karena jembatan pada umumnya berfungsi sebagai penghantar yang menerima beban, maka banyak yang meragukan bahwa jembatan cetak 3D itu akan tahan lama. Tim pembuat jembatan itu telah meyakinkan semua orang bahwa jembatan itu akan berfungsi sepenuhnya. Peneliti yang bergabung dengan tim juga telah menguji jembatan cetak itu dengan menggunakan simulasi model.
Peningkatan dari adopsi cetak 3D di bidang konstruksi bukanlah suatu hal yang mengejutkan. Berterimakasihlah kepada teknik modern. Jembatan tersebut tidak memerlukan persiapan yan g intens atau scaffolding yang berat bagi para pekerja untuk berjalan di atasnya. Kemudian, dalam pembangunannya, tidak terlalu memerlukan usaha yang begitu berat bagi para pekerja. Bahkan mereka dapat melakukan pekerjaan itu sambil duduk. Keuntungan lainnya, adalah metode ini dapat memakai material yang murah dan berkelanjutan. Dengan material berbahan lebih murah, dapat mengurangi biaya dari investasi pada robot dan mesin lainnya.
Meskipun demikian, banyak pakar khawatir jika teknologi cetak 3D mengurangi pekerja. Para insinyur di tim ini, menilai berpendapat bahwa teknologi cetak 3D ini bukanlah suatu ancaman bagi para pekerja konstruksi. Karena menurut mereka seperti robot, masih memerlukan seseorang untuk mengoperasikannya, pekerja seharusnya dilatih ulang, bukan diberikan surat pemecatan. Pelatihan tadi dapat membantu untuk mengimbangi masalah yang disebabkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan proses mekanis.
Para pekerja akan mempunyai kesibukan yang sangat berbeda dalam mengoperasikan robot-robot itu. Termasuk dalam membuat campuran semen yang memerlukan mesin, memogramkan mesin itu dan memperisapkannya untuk membangun. Di saat beberapa pekerjaan akan menjadi tidak lagi dibutuhkan, bukan berarti kesempatan lain tidak terbuka. Secara keseluruhan, tim dari TU Eindhoven optimis dengan masa depan dari teknologi ini.
sumber:3dprinting.com
Peningkatan dari adopsi cetak 3D di bidang konstruksi bukanlah suatu hal yang mengejutkan. Berterimakasihlah kepada teknik modern. Jembatan tersebut tidak memerlukan persiapan yan g intens atau scaffolding yang berat bagi para pekerja untuk berjalan di atasnya. Kemudian, dalam pembangunannya, tidak terlalu memerlukan usaha yang begitu berat bagi para pekerja. Bahkan mereka dapat melakukan pekerjaan itu sambil duduk. Keuntungan lainnya, adalah metode ini dapat memakai material yang murah dan berkelanjutan. Dengan material berbahan lebih murah, dapat mengurangi biaya dari investasi pada robot dan mesin lainnya.
Meskipun demikian, banyak pakar khawatir jika teknologi cetak 3D mengurangi pekerja. Para insinyur di tim ini, menilai berpendapat bahwa teknologi cetak 3D ini bukanlah suatu ancaman bagi para pekerja konstruksi. Karena menurut mereka seperti robot, masih memerlukan seseorang untuk mengoperasikannya, pekerja seharusnya dilatih ulang, bukan diberikan surat pemecatan. Pelatihan tadi dapat membantu untuk mengimbangi masalah yang disebabkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan proses mekanis.
Para pekerja akan mempunyai kesibukan yang sangat berbeda dalam mengoperasikan robot-robot itu. Termasuk dalam membuat campuran semen yang memerlukan mesin, memogramkan mesin itu dan memperisapkannya untuk membangun. Di saat beberapa pekerjaan akan menjadi tidak lagi dibutuhkan, bukan berarti kesempatan lain tidak terbuka. Secara keseluruhan, tim dari TU Eindhoven optimis dengan masa depan dari teknologi ini.
sumber:3dprinting.com
Senin, 30 Oktober 2017
Central Queensland University mencetak model virus ke bentuk 3D untuk memudahkan pemahaman mahasiswa akan virus.
Sebuah tim dari Central Queensland University di Australia mengajarkan materi mikrobiologi kepada mahasiswanya dengan menggunakan model skala besar partikel virus yang dicetak menggunakan teknologi 3D printing. Bantuan pembelajaran dengan teknologi cetak 3D ini menawarkan sebuah cara yang lebih dinamis dan dapat merasakan melalui sentuhan untuk mempelajari mikroba dan virus yang menyerang tubuh manusia.
Diinisialisasi oleh para peneliti dari Departemen Medis dan Teknik CQUniversity, proyek cetak 3D virus ini bertujuan untuk menerangkan dan menjelaskan lebih baik lagi partikel dari virus, termasuk penyebab dari sakit yang disebabkan oleh virus itu seperti polio, ebola, zika, dan bahkan flu pada umumnya.
Gambar 1. Model virus cetak 3D.
Menurut tim tersebut, mengetahui bentuk partikel dari sebuah virus dan strukturnya adalah sebuah kunci dari pemahaman bagaimana patogen hidup dan berkembang dalam tubuh manusia dan terutama bagaimana mereka berevolusi. Jelas bahwa terdapat faktor krusial dalam menguraikan (deciphering) cara untuk menangani dan juga mencegah virus-virus itu.
Pada cara yang lama, memperbesar gambar berukuran mikroskopik digunakan untuk mempelajari virus dan patogen, karena partikel kecil itu sulit dibedakan dengan mata telanjang. Namun mempelajari virus dan patogen dengan menggunakan foto 2D juga mempunyai kekurangan yang karenanya peneliti dari Australia itu telah memulai membuat model detail cetak 3D dari partikel virus.
Gambar 2. Dr. Padraig Strappe dari CQUniversity's menunjukkan mode virus cetak 3D dihadapan mahasiswa.
“Virus bisa menjadi sulit untuk dipelajari, jadi dengan fasilitas dari cetak 3D kita dapat mengambil informasi mengenai struktur mereka dan mencetaknya dengan ukuran yang besar dan dalam jumlah yang besar sehingga para mahasiswa memegang, melihat dan mengerti detail yang baik dari struktur yang diasosiasikan dengan penyakit/wabah tersebut ,” dijelaskan oleh Dr. Padraig Strappe, dosen senior Biologi di CQUniversity.
Model cetak 3D yang masing-masing berukuran seperti ukuran sebuah bola softball, dan terbuat dari plastik yang dikeluarkan melalui printer 3D dengan teknologi FDM. Setiap virus membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk dicetak 3D dan mempunyai tingkat keakurasian 0,2 mm/
Model 3D digital dikumpulkan dari organisasi peneliti yang berbeda-beda yang telah memindai dan mengunggah file digital berbagai macam virus.
Karena tertarik dengan upaya itu, Dr. Strappe menambahkan:”Itu adalah teknik pembelajaran yang sangat manjur- suatu hari kita tiba di ruang perkuliahan dan daripada sekedar melihat sebuah gambar, kita bisa melemparkan model virus tersebut ke kerumunan dan bilang, ‘hei, tangkap flu ini !’”
Gambar 3. Seorang mahasiswa CQUniversity memegang salah satu model virus cetak 3D.
Mungkin bagian paling sulit untuk dipahamiditerima adalah seberapa besar model virus cetak 3D ini diperbesar agar model itu dapat dipegang dan divisualisasikan. Menurut tim penelti tersebut, ukuran tubuh seseorang jika dibesarkan sesuai dengan model virus cetak 3D itu, maka tingginya akan seperti lebar dari benua Australia, “dengan ujung kepala di Brisbane dan ujung kakinya di Perth. ”
Model virus yang dicetak 3D adalah dimaksudkan untuk memberikan lebih lagi mahasiswa sebuah pemahaman langsung bagaimana virus yang berbeda-beda bekerja di dalam tubuh dan bahkan beberapa partikel cetak 3D virus menunjukkan bagaimana antibodi mengikat dan melawan virus itu.
Dr. Strappe mengatakan bahwa model ini dapat menjadi sesuatu yang khusus dan berguna dalam pembelajaran dari bagaimana beberapa virus, seperti influenza, berevolusi dan bermutasi untuk mengatasi vaksin yang diberikan.
Sumber : http://www.3ders.org/articles/20171002-australian-university-3d-prints-scaled-up-virus-particles-for-tactile-health-education.html
Diinisialisasi oleh para peneliti dari Departemen Medis dan Teknik CQUniversity, proyek cetak 3D virus ini bertujuan untuk menerangkan dan menjelaskan lebih baik lagi partikel dari virus, termasuk penyebab dari sakit yang disebabkan oleh virus itu seperti polio, ebola, zika, dan bahkan flu pada umumnya.
Gambar 1. Model virus cetak 3D.
Menurut tim tersebut, mengetahui bentuk partikel dari sebuah virus dan strukturnya adalah sebuah kunci dari pemahaman bagaimana patogen hidup dan berkembang dalam tubuh manusia dan terutama bagaimana mereka berevolusi. Jelas bahwa terdapat faktor krusial dalam menguraikan (deciphering) cara untuk menangani dan juga mencegah virus-virus itu.
Pada cara yang lama, memperbesar gambar berukuran mikroskopik digunakan untuk mempelajari virus dan patogen, karena partikel kecil itu sulit dibedakan dengan mata telanjang. Namun mempelajari virus dan patogen dengan menggunakan foto 2D juga mempunyai kekurangan yang karenanya peneliti dari Australia itu telah memulai membuat model detail cetak 3D dari partikel virus.
Gambar 2. Dr. Padraig Strappe dari CQUniversity's menunjukkan mode virus cetak 3D dihadapan mahasiswa.
“Virus bisa menjadi sulit untuk dipelajari, jadi dengan fasilitas dari cetak 3D kita dapat mengambil informasi mengenai struktur mereka dan mencetaknya dengan ukuran yang besar dan dalam jumlah yang besar sehingga para mahasiswa memegang, melihat dan mengerti detail yang baik dari struktur yang diasosiasikan dengan penyakit/wabah tersebut ,” dijelaskan oleh Dr. Padraig Strappe, dosen senior Biologi di CQUniversity.
Model cetak 3D yang masing-masing berukuran seperti ukuran sebuah bola softball, dan terbuat dari plastik yang dikeluarkan melalui printer 3D dengan teknologi FDM. Setiap virus membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk dicetak 3D dan mempunyai tingkat keakurasian 0,2 mm/
Model 3D digital dikumpulkan dari organisasi peneliti yang berbeda-beda yang telah memindai dan mengunggah file digital berbagai macam virus.
Karena tertarik dengan upaya itu, Dr. Strappe menambahkan:”Itu adalah teknik pembelajaran yang sangat manjur- suatu hari kita tiba di ruang perkuliahan dan daripada sekedar melihat sebuah gambar, kita bisa melemparkan model virus tersebut ke kerumunan dan bilang, ‘hei, tangkap flu ini !’”
Gambar 3. Seorang mahasiswa CQUniversity memegang salah satu model virus cetak 3D.
Mungkin bagian paling sulit untuk dipahamiditerima adalah seberapa besar model virus cetak 3D ini diperbesar agar model itu dapat dipegang dan divisualisasikan. Menurut tim penelti tersebut, ukuran tubuh seseorang jika dibesarkan sesuai dengan model virus cetak 3D itu, maka tingginya akan seperti lebar dari benua Australia, “dengan ujung kepala di Brisbane dan ujung kakinya di Perth. ”
Model virus yang dicetak 3D adalah dimaksudkan untuk memberikan lebih lagi mahasiswa sebuah pemahaman langsung bagaimana virus yang berbeda-beda bekerja di dalam tubuh dan bahkan beberapa partikel cetak 3D virus menunjukkan bagaimana antibodi mengikat dan melawan virus itu.
Dr. Strappe mengatakan bahwa model ini dapat menjadi sesuatu yang khusus dan berguna dalam pembelajaran dari bagaimana beberapa virus, seperti influenza, berevolusi dan bermutasi untuk mengatasi vaksin yang diberikan.
Sumber : http://www.3ders.org/articles/20171002-australian-university-3d-prints-scaled-up-virus-particles-for-tactile-health-education.html
Cart tenaga surya yang dicetak dengan teknologi 3D printing.
Sebuah cart tenaga surya yang disebut dengan watt-r dapat merevolusi cara masyarakat pedesaan di Afrika dalam mengumpulkan air. Terbuat dari komponen-komponen hasil printer 3D, alat transportasi berbiaya rendah itu menggunakan energi yang bersumber dari sinar matahari untuk menggerakan sebuah motor kecil, sehingga memampukan penggunanya untuk membawa air dengan cara yang lebih efektif lagi.
Gambar 1. Ilustrasi watt-r jika dioperasikan.
Karena hidup di sebuah negara berkembang dengan iklim yang tidak ekstrem, maka sulit untuk membayangkan bahwa akses untuk mendapatkan air menjadi terbatas. Dengan melihat keran saja dapat, kita sudah mampu mendapatkan pasokan air bersih yang tak terbatas, aman dan dapat diminum dan Anda jarang untuk berpikir dua kali untuk mengonsumsinya.
Untuk orang-orang yang tinggal di negara yang panas dan kering dengan jaringan pasokan air yang terbatas, hal-hal yang disebutkan sebelumnya jelas menjadi sesuatu yang berbeda. Bertolak belakang. Di negara seperti ini, rata-rata perjalanan yang ditempuh untuk mengumpulkan atau mendapatkan air adalah sejauh tiga mil. Dan bahkan itu belumlah bagian tersulit dari proses pengumpulan air. Bagian tersulitnya adalah dalam membawa air, memerlukan pengumpul (collector) untuk membawa sebuah kendi yang beratnya sekitar empat puluh pon.
Di daerah yang airnya sangat langka seperti tempat yang mengalami kekeringan, maka perjalanan tadi bisa bertambah hingga lima belas mil.
Sadar akan kondisi itu, masyarakat ingin melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Langkah yang paling jelas adalah dengan meningkatkan jaringan pasokan air menggunakan pipa dan alat-alat yang canggih. Namun hal itu tidak selalu mungkin dikarenakan biaya yang sangat tinggi untuk menerapakan sistem tersebut.
Kemudian, adakah pilihan yang lain? Jose Paris, perancang mobil yang telah pensiun dan tinggal di London, mempunyai sebuah ide cerdas. Daripada mencoba untuk membuat sumber air yang lebih banyak lagi atau memperluas jaringan yang sudah ada (yang akan menjadi upaya yang sangat besar dalam pembangunannya), Paris secara sederhana ingin membuat perjalanan pengumpulan air itu menjadi lebih mudah bagi mereka yang melakukannya.
Solusinya adalah dengan menggunakan cart cetak 3D(yang dicetak bagian per bagian) yang digerakan dengan tenaga surya sehingga untuk membawa kendi yang berat tadi menjadi lebih mudah serta mampu menyimpan lebih banyak air.
Penemuan ini diberi nama watt-r dan kanopi panel suryanya membuat pengumpulan dan pendistribusian air menjadi lebih mudah. Mampu membawa sebanyak dua belas penampungan berukuran dua puluh liter air dalam satu waktu, watt-r memiliki sebuah sistem kendali yang sederhana untuk mengendalikan motor listrik berdaya 150 W. Bahkan bisa dipakai untuk mengisi ulang daya handphone atau peralatan elektronik berukuran kecil lain.
Gambar 2. Purwarupa (prototype) dari watt-r yang dicetak 3D.
Walaupun upaya dalam mempopulerkan ide ini-watt-r- mungkin akan menjadi sebuah tantangan besar, Paris telah siap merakit sebuah purwarupa dari kendaraan itu- sesuatu yang menjadi lebih mudah oleh karena teknologi seperti cetak 3D. Manufaktur additive memampukan desainer membuat beberapa komponen-komponen berbiaya rendah, sementara untuk bagian yang tidak dicetak 3D seperti panel surya, untuk saat ini harganya sudah relatif terjangkau.
Kendaraan itu bukanlah sebuah mesin yang luar biasa, dengan cara apapun-watt-r dirancang untuk bergerak dengan kecepatan rendah (seperti seseorang sedang berjalan kaki) saat melintasi area yang hampir rata- tetapi perbedaan antara menggunakan cart yang menggunakan tenaga motor dengan sebuah kendi yang besar jelas sangat berbeda. Seorang yang menggunakan watt-r dapat membawa apa yang dikerjakan atau dibawa oleh 25 orang yang hanya membawa sebuah kendi besar.
Selain itu, panel surya pada watt-r adalah sumber energi yang sempurna untuk pekerjaan yang ada. Karena daerah yang terkena kekeringan cenderung untuk mendapat sinar matahari dalam waktu yang lama, sehingga akan banyak sinar matahari yang dapat diserap oleh kendaraan cetak 3D itu.
Hal itu menjadi alasan bagi Paris untuk waspada akan kesulitan lain yang bisa muncul dari alat tersebut. Sehingga Paris menambahkan baterai atau mencoba membuat alat tersebut bekerja menjadi lebih cepat atau bertenaga dan dalam keadaan menjelang malamnya alat tersebut masih mampu bekerja.
“Mudah sekali untuk memikirkan sebuah versi autonomus dari watt-r atau dengan menambahkan lebih banyak baterai atau menambahkan lagi tenagannya,” kata Paris. “Pengembangan dari misi ini adalah hal yang sangat diinginkan, setelah bekerja bertahun-tahun dalam industri mobil- sesuatu yang khas, seseorang selalu punya hal lain untuk ditambahkan. Ini merupakan latihan untuk mengupas semua hal sebanyak mungkin dan perlu usaha yang sangat sadar akan hal itu. ”
Memang, walaupun gagasan mengenai kendaraan cetak 3D pengangkut air terlihat murah namun masih bisa gagasan ini bisa menjadi sebuah investasi yang cukup bagi masyarakat di negara berkembang. Paris menilai bahwa seorang wirausahawan dapat membeli kendaraan itu dengan pembayaran yang murah sehingga dapat diselesaikan dalam waktu tiga tahun.
Apakah itu berharga? Paris berpikir bahwa watt-r mengisi celah antara penggunaan sebuah mobil untuk transportasi air dan berjalan biasa. Sepeda terkadang dipakai untuk melakukan tugas ini, tetapi tidak didesain untuk membawa beban dalam jumlah besar, sulit menjaga keseimbang ketika membawa beban seperti itu, dan masih membutuhkan tenaga manusia untuk menggerakkannya.
watt-r menyelesaikan masalah tersebut, dan dengan mudah digunakan oleh pria ataupun wanita. Bahkan bisa berfungsi sebagai alat transprortasi bagi yang lain seperti hasil pertanian, obat-obatan dan angkutan barang lainnya.
Gambar 3. Desain watt-r dengan menggunakan perangkat lunak.
Untuk saat ini, Paris ingin mencoba purwarupanya di Inggris atau Spanyol, sebelum akhirnya membuat versi cetak 3D dari kendaraan itu di Kenya pada awal 2018 nanti. Di sana(Inggris atau Spanyol), para perancang mengurusi respon dari pemakai untuk meningkatkan kualitas dari desain tersebut.
Pada akhirnya, Paris yakin hal sederhana seperti cart dapat membuat perbedaan yang sangat besar yang mana itu sangat diperlukan. “Hal kunci untuk saat ini adalah Anda dapat menambahkan hanya dengan jumlah yang sedikit bagian dari teknologi abad ke-21 dan secara tiba-tiba, sesuatu yang berasal dari abad ke-19 menjadi super canggih ” kata Paris.
Sumber: http://www.3ders.org/articles/20171006-3d-printed-watt-r-cart-uses-solar-power-to-make-water-collection-easier.html
Gambar 1. Ilustrasi watt-r jika dioperasikan.
Karena hidup di sebuah negara berkembang dengan iklim yang tidak ekstrem, maka sulit untuk membayangkan bahwa akses untuk mendapatkan air menjadi terbatas. Dengan melihat keran saja dapat, kita sudah mampu mendapatkan pasokan air bersih yang tak terbatas, aman dan dapat diminum dan Anda jarang untuk berpikir dua kali untuk mengonsumsinya.
Untuk orang-orang yang tinggal di negara yang panas dan kering dengan jaringan pasokan air yang terbatas, hal-hal yang disebutkan sebelumnya jelas menjadi sesuatu yang berbeda. Bertolak belakang. Di negara seperti ini, rata-rata perjalanan yang ditempuh untuk mengumpulkan atau mendapatkan air adalah sejauh tiga mil. Dan bahkan itu belumlah bagian tersulit dari proses pengumpulan air. Bagian tersulitnya adalah dalam membawa air, memerlukan pengumpul (collector) untuk membawa sebuah kendi yang beratnya sekitar empat puluh pon.
Di daerah yang airnya sangat langka seperti tempat yang mengalami kekeringan, maka perjalanan tadi bisa bertambah hingga lima belas mil.
Sadar akan kondisi itu, masyarakat ingin melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Langkah yang paling jelas adalah dengan meningkatkan jaringan pasokan air menggunakan pipa dan alat-alat yang canggih. Namun hal itu tidak selalu mungkin dikarenakan biaya yang sangat tinggi untuk menerapakan sistem tersebut.
Kemudian, adakah pilihan yang lain? Jose Paris, perancang mobil yang telah pensiun dan tinggal di London, mempunyai sebuah ide cerdas. Daripada mencoba untuk membuat sumber air yang lebih banyak lagi atau memperluas jaringan yang sudah ada (yang akan menjadi upaya yang sangat besar dalam pembangunannya), Paris secara sederhana ingin membuat perjalanan pengumpulan air itu menjadi lebih mudah bagi mereka yang melakukannya.
Solusinya adalah dengan menggunakan cart cetak 3D(yang dicetak bagian per bagian) yang digerakan dengan tenaga surya sehingga untuk membawa kendi yang berat tadi menjadi lebih mudah serta mampu menyimpan lebih banyak air.
Penemuan ini diberi nama watt-r dan kanopi panel suryanya membuat pengumpulan dan pendistribusian air menjadi lebih mudah. Mampu membawa sebanyak dua belas penampungan berukuran dua puluh liter air dalam satu waktu, watt-r memiliki sebuah sistem kendali yang sederhana untuk mengendalikan motor listrik berdaya 150 W. Bahkan bisa dipakai untuk mengisi ulang daya handphone atau peralatan elektronik berukuran kecil lain.
Gambar 2. Purwarupa (prototype) dari watt-r yang dicetak 3D.
Walaupun upaya dalam mempopulerkan ide ini-watt-r- mungkin akan menjadi sebuah tantangan besar, Paris telah siap merakit sebuah purwarupa dari kendaraan itu- sesuatu yang menjadi lebih mudah oleh karena teknologi seperti cetak 3D. Manufaktur additive memampukan desainer membuat beberapa komponen-komponen berbiaya rendah, sementara untuk bagian yang tidak dicetak 3D seperti panel surya, untuk saat ini harganya sudah relatif terjangkau.
Kendaraan itu bukanlah sebuah mesin yang luar biasa, dengan cara apapun-watt-r dirancang untuk bergerak dengan kecepatan rendah (seperti seseorang sedang berjalan kaki) saat melintasi area yang hampir rata- tetapi perbedaan antara menggunakan cart yang menggunakan tenaga motor dengan sebuah kendi yang besar jelas sangat berbeda. Seorang yang menggunakan watt-r dapat membawa apa yang dikerjakan atau dibawa oleh 25 orang yang hanya membawa sebuah kendi besar.
Selain itu, panel surya pada watt-r adalah sumber energi yang sempurna untuk pekerjaan yang ada. Karena daerah yang terkena kekeringan cenderung untuk mendapat sinar matahari dalam waktu yang lama, sehingga akan banyak sinar matahari yang dapat diserap oleh kendaraan cetak 3D itu.
Hal itu menjadi alasan bagi Paris untuk waspada akan kesulitan lain yang bisa muncul dari alat tersebut. Sehingga Paris menambahkan baterai atau mencoba membuat alat tersebut bekerja menjadi lebih cepat atau bertenaga dan dalam keadaan menjelang malamnya alat tersebut masih mampu bekerja.
“Mudah sekali untuk memikirkan sebuah versi autonomus dari watt-r atau dengan menambahkan lebih banyak baterai atau menambahkan lagi tenagannya,” kata Paris. “Pengembangan dari misi ini adalah hal yang sangat diinginkan, setelah bekerja bertahun-tahun dalam industri mobil- sesuatu yang khas, seseorang selalu punya hal lain untuk ditambahkan. Ini merupakan latihan untuk mengupas semua hal sebanyak mungkin dan perlu usaha yang sangat sadar akan hal itu. ”
Memang, walaupun gagasan mengenai kendaraan cetak 3D pengangkut air terlihat murah namun masih bisa gagasan ini bisa menjadi sebuah investasi yang cukup bagi masyarakat di negara berkembang. Paris menilai bahwa seorang wirausahawan dapat membeli kendaraan itu dengan pembayaran yang murah sehingga dapat diselesaikan dalam waktu tiga tahun.
Apakah itu berharga? Paris berpikir bahwa watt-r mengisi celah antara penggunaan sebuah mobil untuk transportasi air dan berjalan biasa. Sepeda terkadang dipakai untuk melakukan tugas ini, tetapi tidak didesain untuk membawa beban dalam jumlah besar, sulit menjaga keseimbang ketika membawa beban seperti itu, dan masih membutuhkan tenaga manusia untuk menggerakkannya.
watt-r menyelesaikan masalah tersebut, dan dengan mudah digunakan oleh pria ataupun wanita. Bahkan bisa berfungsi sebagai alat transprortasi bagi yang lain seperti hasil pertanian, obat-obatan dan angkutan barang lainnya.
Gambar 3. Desain watt-r dengan menggunakan perangkat lunak.
Untuk saat ini, Paris ingin mencoba purwarupanya di Inggris atau Spanyol, sebelum akhirnya membuat versi cetak 3D dari kendaraan itu di Kenya pada awal 2018 nanti. Di sana(Inggris atau Spanyol), para perancang mengurusi respon dari pemakai untuk meningkatkan kualitas dari desain tersebut.
Pada akhirnya, Paris yakin hal sederhana seperti cart dapat membuat perbedaan yang sangat besar yang mana itu sangat diperlukan. “Hal kunci untuk saat ini adalah Anda dapat menambahkan hanya dengan jumlah yang sedikit bagian dari teknologi abad ke-21 dan secara tiba-tiba, sesuatu yang berasal dari abad ke-19 menjadi super canggih ” kata Paris.
Sumber: http://www.3ders.org/articles/20171006-3d-printed-watt-r-cart-uses-solar-power-to-make-water-collection-easier.html
Sabtu, 28 Oktober 2017
Angkatan Laut Belanda memindai (3D scanning) keseluruhan armada kapalnya.
Setelah beberapa hari yang lalu membahas hubungan arsitektur dan lanskap dengan cetak 3D (3D printing), maka artikel kali ini menyampaikan mengenai bagaimana penggunaan teknologi pemindaian 3D (3D scanning) dan printer 3D di bidang militer terkhususnya pada perawatan dan pemeliharaan komponen dari armada kapal laut.
Angkatan Laut Belanda memulai sebuah misi virtual yang baru, yakni melakukakan pemindaian tiga dimensi (3D scanning) atas keseluruhan armada kapal mereka. Usaha ambisius ini muncul atas perintah Marinebedrijf Koninklijke Marine, kontraktor asal Belanda yang bertanggung jawab atas perawatan dan pemeliharaan dari kapal-kapal Angkatan Belanda.
Proses perawatan dan pemeliharaan meliputi keseluruhan dimulai dari penggantian bagian lambung kapal yang rusak hingga eksekusi modifikasi untuk sistem persenjataan dan mesin. Bagi pekerja di Marinebedrijf Koninklijke Marine, misalnya, pada divisi perawatan kelas berat (heavy duty) , mereka dapat mengerjakan keseluruhan proses tersebut satu hari penuh, namun hal itu bisa menjadi rumit ketika berurusan dengan kapal-kapal model lama yang tidak memiliki sketsa atau dokumen CAD (computer-aided design) untuk desainnya.
Di masa lalu, petugas perawatan akan dihadapkan dengan proses desain yang menyulitkan pada bagian yang telah habis masa pakainya ketika melakukan teknik imaging and tooling yang tradisional. Hal itu merupakan sebuah proses menyeluruh yang memerlukan waktu berhari-hari bahkan terkadang bermingggu-minggu.
Karena ingin mempercepat proses tersebut, Marinebedrijf Koninklijke Marine baru-baru ini beralih ke Artec 3D, sebuah perusahaan yang berbasis di Luksemburg yang memproduksi pemindai (scanner) 3D yang didesain khusus untuk mendigitalisasi objek-objek yang memiliki bentuk geometri dan tekstur yang rumit atau sulit. Untuk proyek dengan Marinebedrijf Koninklijke Marine, pemindai dengan struktur ringan dari Artec yaitu “Eva” dan “Space Spider” adalah pemindai yang paling dianggap cocok.
Pemindai yang mudah digunakan dengan tangan (handheld) ini bekerja dengan menggunakan proyeksi cahaya ke dalam sebuah pola grid pada sebuah objek real, yang membuat pemindai menangkap distorsi dari berbagai sudut, yang selanjutnya menghitung jarak antara titik tertentu pada objek melalui proses triangulation. Dengan menggunakan koordinat itu, sebuah model 3D digital kemudian dikenakan proses rendering.
Dokumen CAD dari salah satu komponen kapal.
Menurut pengakuan dari karyawan dari Marinebedrijf Koninklijke Marine, pemindai Artec ini adalah sebuah rahmat. “Dengan menggunakan pemindaian 3D, waktu pengerjaan dapat berkurang hingga beberapa minggu yang pada proses yang terdahulu, memerlukan beragam jenis alat pengukuran dan kemudian menduplikat gambar/sketsa ke sebuah program CAD, ” ucap Ben Jansen, koordinator divisi CNC (computer numerical control) di Marinebedrijf Koninklijke Marine.
“Saat ini, bahkan ketika data 3D atau gambar dari sebuah komponen tidak ditemukan, kita bisa menggunakan pemindai 3D Artec untuk menciptakan gambar 3D dari komponen itu, dan hasil pemindaian digunakan untuk merekayasa balik (reverse engineer)komponen . Kemudian komponen tersebut diduplikasi dengan menggunakan teknik cetak 3D, milling 3-5 sumbu, atau welding 3D.”
Pada banyak kasus, Jansen menjelaskan, bagian-bagian kapal adalah sesuatu yang merupakan hasil dari teknik rekayasa balik atau hasil kreasi baru. ”Khususnya pada kapal angkatan laut model lama yang mana penyalur komponen atau suku cadang dari kapal tersebut tidak tersedia lagi.”
Merek Eva dari Artec memiliki kecepatan tangkap (capture speed) 16 gambar per detik, dan diarahkan pada objek berukuran medium. Secara simultan mampu menangkap dan memroses hingga dua juta titik per detik dengan tingkat akurasi sebesar 0,1 mm. Untuk merek Space Spider, lebih cocok digunakan untuk memindai objek yang lebih kecil dan mempunyai detail yang rumit juga mampu memroses hingga satu juta titik per detik. Untuk proses rendering-nya, tingkat keakuratannya juga sangat tinggi hingga 0.1 mm.
Di antara kedua alat tersebut, keseluruhan armada dari Angkatan Laut Belanda tersebut dapat dipindai secara akurat yang dalam waktu singkat akan mengalahkan waktu pada metode tradisional.
Pemindaian dan hasil cetak 3D.
Perusahaan pemindai Artec yakin bahwa lini produk mereka memiliki potensi untuk merevolusi proses perawatan di bidang militer. “Jika anda perlu untuk menambahkan apapun pada sebuah kapal atau pesawat militer, seperti kursi atau lemari maka cara tercepat dan paling akurat untuk mendapatkan ukurannya adalah dengan memindai areanya, ” kata Andrei Vakulenko salah satu pimpinan di Artc 3D.
“Pengendalian kualitas dan inspeksi adalah bidang lain yang populer, seperti pada baling-baling yang dapat dipindai 3D dan diperiksa secara teratur untuk memastikan kualitasnya. ” Pemindaian 3D juga berperan penting pada bantuan teknis, pembuatan perlengkapan baru, kendali kualitas dan crashing testing, ucap Vakulenko.
Proyek antara Angkatan Laut dan Artec 3D tersebut berjalan memuaskan, dan saat ini Artec sedang melihat ke masa depan yang lebih cerah. Idealnya, masa depan itu akan melibatkan pemindaian dan printer 3D pada penyokong bidang kemiliteran pada perjalanannya.
“Ketika printer 3D memenuhi sepenuhnya apa yang kita harapkan yakni semua kapal-kapal besar akan mempunyai pemindai 3D dan printer 3D pada kapal itu sendiri sehingga komponen-komponen dapat dipindai dan dicetak langsung di tempat. Pada saat itu, sejumlah komponen yang berukuran kecil dapat dicetak 3D berbahan plastik yang tahan lama, dan sukses digunakan,namun terobosan sebenarnya akan tiba ketika printer 3D mampu mencapai level kualitas yang sama seperti bahan dari logam (metal) ” tambah Vakulenko.
Sumber: http://www.3ders.org/articles/20170929-the-dutch-navy-is-3d-scanning-its-entire-fleet.html
Angkatan Laut Belanda memulai sebuah misi virtual yang baru, yakni melakukakan pemindaian tiga dimensi (3D scanning) atas keseluruhan armada kapal mereka. Usaha ambisius ini muncul atas perintah Marinebedrijf Koninklijke Marine, kontraktor asal Belanda yang bertanggung jawab atas perawatan dan pemeliharaan dari kapal-kapal Angkatan Belanda.
Proses perawatan dan pemeliharaan meliputi keseluruhan dimulai dari penggantian bagian lambung kapal yang rusak hingga eksekusi modifikasi untuk sistem persenjataan dan mesin. Bagi pekerja di Marinebedrijf Koninklijke Marine, misalnya, pada divisi perawatan kelas berat (heavy duty) , mereka dapat mengerjakan keseluruhan proses tersebut satu hari penuh, namun hal itu bisa menjadi rumit ketika berurusan dengan kapal-kapal model lama yang tidak memiliki sketsa atau dokumen CAD (computer-aided design) untuk desainnya.
Di masa lalu, petugas perawatan akan dihadapkan dengan proses desain yang menyulitkan pada bagian yang telah habis masa pakainya ketika melakukan teknik imaging and tooling yang tradisional. Hal itu merupakan sebuah proses menyeluruh yang memerlukan waktu berhari-hari bahkan terkadang bermingggu-minggu.
Karena ingin mempercepat proses tersebut, Marinebedrijf Koninklijke Marine baru-baru ini beralih ke Artec 3D, sebuah perusahaan yang berbasis di Luksemburg yang memproduksi pemindai (scanner) 3D yang didesain khusus untuk mendigitalisasi objek-objek yang memiliki bentuk geometri dan tekstur yang rumit atau sulit. Untuk proyek dengan Marinebedrijf Koninklijke Marine, pemindai dengan struktur ringan dari Artec yaitu “Eva” dan “Space Spider” adalah pemindai yang paling dianggap cocok.
Pemindai yang mudah digunakan dengan tangan (handheld) ini bekerja dengan menggunakan proyeksi cahaya ke dalam sebuah pola grid pada sebuah objek real, yang membuat pemindai menangkap distorsi dari berbagai sudut, yang selanjutnya menghitung jarak antara titik tertentu pada objek melalui proses triangulation. Dengan menggunakan koordinat itu, sebuah model 3D digital kemudian dikenakan proses rendering.
Dokumen CAD dari salah satu komponen kapal.
Menurut pengakuan dari karyawan dari Marinebedrijf Koninklijke Marine, pemindai Artec ini adalah sebuah rahmat. “Dengan menggunakan pemindaian 3D, waktu pengerjaan dapat berkurang hingga beberapa minggu yang pada proses yang terdahulu, memerlukan beragam jenis alat pengukuran dan kemudian menduplikat gambar/sketsa ke sebuah program CAD, ” ucap Ben Jansen, koordinator divisi CNC (computer numerical control) di Marinebedrijf Koninklijke Marine.
“Saat ini, bahkan ketika data 3D atau gambar dari sebuah komponen tidak ditemukan, kita bisa menggunakan pemindai 3D Artec untuk menciptakan gambar 3D dari komponen itu, dan hasil pemindaian digunakan untuk merekayasa balik (reverse engineer)komponen . Kemudian komponen tersebut diduplikasi dengan menggunakan teknik cetak 3D, milling 3-5 sumbu, atau welding 3D.”
Pada banyak kasus, Jansen menjelaskan, bagian-bagian kapal adalah sesuatu yang merupakan hasil dari teknik rekayasa balik atau hasil kreasi baru. ”Khususnya pada kapal angkatan laut model lama yang mana penyalur komponen atau suku cadang dari kapal tersebut tidak tersedia lagi.”
Merek Eva dari Artec memiliki kecepatan tangkap (capture speed) 16 gambar per detik, dan diarahkan pada objek berukuran medium. Secara simultan mampu menangkap dan memroses hingga dua juta titik per detik dengan tingkat akurasi sebesar 0,1 mm. Untuk merek Space Spider, lebih cocok digunakan untuk memindai objek yang lebih kecil dan mempunyai detail yang rumit juga mampu memroses hingga satu juta titik per detik. Untuk proses rendering-nya, tingkat keakuratannya juga sangat tinggi hingga 0.1 mm.
Di antara kedua alat tersebut, keseluruhan armada dari Angkatan Laut Belanda tersebut dapat dipindai secara akurat yang dalam waktu singkat akan mengalahkan waktu pada metode tradisional.
Pemindaian dan hasil cetak 3D.
Perusahaan pemindai Artec yakin bahwa lini produk mereka memiliki potensi untuk merevolusi proses perawatan di bidang militer. “Jika anda perlu untuk menambahkan apapun pada sebuah kapal atau pesawat militer, seperti kursi atau lemari maka cara tercepat dan paling akurat untuk mendapatkan ukurannya adalah dengan memindai areanya, ” kata Andrei Vakulenko salah satu pimpinan di Artc 3D.
“Pengendalian kualitas dan inspeksi adalah bidang lain yang populer, seperti pada baling-baling yang dapat dipindai 3D dan diperiksa secara teratur untuk memastikan kualitasnya. ” Pemindaian 3D juga berperan penting pada bantuan teknis, pembuatan perlengkapan baru, kendali kualitas dan crashing testing, ucap Vakulenko.
Proyek antara Angkatan Laut dan Artec 3D tersebut berjalan memuaskan, dan saat ini Artec sedang melihat ke masa depan yang lebih cerah. Idealnya, masa depan itu akan melibatkan pemindaian dan printer 3D pada penyokong bidang kemiliteran pada perjalanannya.
“Ketika printer 3D memenuhi sepenuhnya apa yang kita harapkan yakni semua kapal-kapal besar akan mempunyai pemindai 3D dan printer 3D pada kapal itu sendiri sehingga komponen-komponen dapat dipindai dan dicetak langsung di tempat. Pada saat itu, sejumlah komponen yang berukuran kecil dapat dicetak 3D berbahan plastik yang tahan lama, dan sukses digunakan,namun terobosan sebenarnya akan tiba ketika printer 3D mampu mencapai level kualitas yang sama seperti bahan dari logam (metal) ” tambah Vakulenko.
Sumber: http://www.3ders.org/articles/20170929-the-dutch-navy-is-3d-scanning-its-entire-fleet.html
Jumat, 13 Oktober 2017
Lorax Design Group menggunakan model cetak tiga dimensi (3D) untuk mendesain kolam dan lanskap
Bagaimana teknologi cetak 3D (3D printing technology) di bidang arsitektur? Pernah membayangkan gambaran/rancangan dalam bentuk dua dimensi dicetak ke bentuk tiga dimensi menjadi kenyataan? Sebuah firma bernama Lorax Group Design mencoba menjawabnya.
Cetak 3D arsitektur dan lanskap adalah gabungan bidang yang berpotensi untuk menghasilkan dampak yang luar biasa, karena kedua bidang itu cukup fleksibel untuk beradaptasi terhadap teknologi baru dan menggabungkan tren dari seni, desain dan fashion secara praktis dan juga mempertimbangkan lingkungan.
Sementara itu , bangunan cetak 3D masih belum diperkenalkan secara signifikan, namun teknologi cetak 3D (3D printing) secara luar biasa berguna pada bidang arsitektur dan bagi para desainer yang ingin membuat purwarupa (prototype) dengan ukuran yang kecil sehingga dapat membantu mereka untuk memvisualisasikan rancangan mereka sebelum kontruksi atau proses pembangunan berjalan. Kurt Kraisinger, pemilik dari Lorax Design Group, adalah seorang desainer asal Kansas yang menggunakan cetak 3D untuk hal tersebut.
Lorax Design Group adalah firma desain lanskap yang membuat bangunan dan ruangan yang memorable. Firma ini memiliki reputasi di dunia industri dalam hal perhatian terhadap detatil yang sangat tinggi. Kraisinger dan timnya telah bekerja pada berbagai jenis proyek. Mulai dari pusat retail, kediaman pribadi hingga kampus-kampus.
Ide penggunaan teknologi cetak 3D di perusahaan-perusahaan dimulai sekitar tiga tahun yang lalu, dan pengadopsian ide tesebut terinspirasi oleh sumber yang tidak terduga: film komedi berjudul National Lampoons’s Christmas Vacation. Pada salah satu adegan film itu, ketika Clark Griswold sedang bermain dengan sebuah miniatur kolam yang mana dia ingin menghabiskan hadiah natalnya dengan kolam itu. Hal ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Kraisinger dan timnya saat ini. Mereka menggunakan cetak 3D untuk mengedukasi klien mereka pada layout dan pengembangan dari proyek kolam mereka masing-masing.
Selama beberapa bulan Lorax, mempelajari bagaimana memodelkan sebuah kolam dengan menggunakan perangkat lunak cetak 3D, setelah gagal untuk mendapatkan perusahaan yang sesuai untuk mengalihdayakan (outsource) kerjaan tersebut. Saat ini, tim tersebut mempunyai proses standar yang digunakan kepada hampir semua klien mereka yang ingin membangun sebuah kolam. (Fase awal dari desain, sama seperti metode yang pernah ada. Dimulai dengan sketsa kasar manual menggunakan tangan yang dikembangkan hingga lebih detail secara bertahap.)
“Pada fase ini, kita sudah siap untuk merancang tentang aspek utama dari proyek itu: bagaimana proyek ini harmonis dengan arsitektur rumah, bagaimana lalu lintas sekitar, dan area berbeda yang akan berfungsi ” ucap Kraisinger. “Kita juga mempertimbangkan pengairan , elevasi, dan fitur-fitur utama seperti kolam, spa, teras, hardscape dan plantings (bagian/daerah sekitar rumah yang dapat ditumbuhi tanaman).” tambah Kraisinger.
Setelah desain dalam bentuk 2D itu jadi, Kraisinger dan timnya memindai model 2D itu dan mewarnainya dengan perangkat lunak Photoshop, sehingga memberi sedikit tampilan yang lebih menarik lagi pada gambar rata tersebut dan nantinya akan menunjukkan lanskap fisiknya.
Tidak seperti proses desain 3D pada umumnya, perangkat lunak berbasis CAD (computer-aided design) tidak digunakan oleh tim ini. Malah tim ini menggunakan sejumlah proses renderings 2D yang berbeda dari sudut yang beragam untuk membangun rancangan akhir dalam bentuk tiga dimensi. Selanjutnya rancangan tadi diberikan ke tim lain yang tim itu menggunakan printer 3D Ultimaker2 untuk proses pencetakan. Mereka biasanya menggunakan filamen yang berbahan dasar ABS (Acrylonitrile butadiene styrene).
Printer tersebut-mudah untuk digunakan- dapat mencetak model cetak 3D dari sebuah kolam relatif singkat dan tim itu mencetaknya dengan menggunakan hanya warna putih, untuk mencegah salah interpretasi terhadap warna dari desain sebelumnya. Sehingga memberikan klien tersebut semacam kanvas untuk bebas memberi warna pada model yang telah dicetak.
Model cetak 3D dari desain lanskap mempunyai banyak manfaat. Kemampuan untuk menyentuh secara fisik dan melihat kolam dari banyak sudut memberikan klien tim Kraisinger dan tim itu sendiri sebuah gambaran yang lebih jelas seperti apa nantinya ketika kolam tersebut dibangun. Model itu juga menjadi pusat dari proyek, berlaku sebagai bagian dari percakapan yang memberikan klien sebuah ide dari tahapan perkembangan kolam itu selama apa yang disebut dengan waktu sibuk (hectic time). Beberapa klien juga ingin menyimpan model cetak 3D itu sebagai sebuah kenang-kenangan yang manis dari desain dan proses pembangunan model itu sendiri.
“Model cetak 3D telah menjadi hal yang sangat berharga untuk menjadi sebuah alat desain,” kata Kraisinger. “Dengan melihat ruang dalam bentuk tiga dimensinya, hal-hal seperti elevasi, titik fokus (focal point), pergerakan, skala dan proporsional menjadi lebih terlihat dibandingkan dengan melihat pada model bidang datar. Kita sering membuat koreksi baik dalam skala besar atau kecil setelah model dibuat. Saya kira, suatu saat setiap orang akan mempunyai printer 3D di rumah mereka. Akan ada saat ketika kita mampu mengirimkan sebuah file kepada klien , yang nantinya bisa membuat model cetak 3D mereka masing-masing seperti semudah mencetak sebuah dokumen saat ini .” sambung Kraisinger.
Sumber: https://www.3ders.org/articles/20170818-architecture-firm-lorax-design-group-uses-3d-printed-scale-models-for-its-landscape-design-process.html
Cetak 3D arsitektur dan lanskap adalah gabungan bidang yang berpotensi untuk menghasilkan dampak yang luar biasa, karena kedua bidang itu cukup fleksibel untuk beradaptasi terhadap teknologi baru dan menggabungkan tren dari seni, desain dan fashion secara praktis dan juga mempertimbangkan lingkungan.
Sementara itu , bangunan cetak 3D masih belum diperkenalkan secara signifikan, namun teknologi cetak 3D (3D printing) secara luar biasa berguna pada bidang arsitektur dan bagi para desainer yang ingin membuat purwarupa (prototype) dengan ukuran yang kecil sehingga dapat membantu mereka untuk memvisualisasikan rancangan mereka sebelum kontruksi atau proses pembangunan berjalan. Kurt Kraisinger, pemilik dari Lorax Design Group, adalah seorang desainer asal Kansas yang menggunakan cetak 3D untuk hal tersebut.
Desain 2D Platte County Ridge |
Lorax Design Group adalah firma desain lanskap yang membuat bangunan dan ruangan yang memorable. Firma ini memiliki reputasi di dunia industri dalam hal perhatian terhadap detatil yang sangat tinggi. Kraisinger dan timnya telah bekerja pada berbagai jenis proyek. Mulai dari pusat retail, kediaman pribadi hingga kampus-kampus.
Ide penggunaan teknologi cetak 3D di perusahaan-perusahaan dimulai sekitar tiga tahun yang lalu, dan pengadopsian ide tesebut terinspirasi oleh sumber yang tidak terduga: film komedi berjudul National Lampoons’s Christmas Vacation. Pada salah satu adegan film itu, ketika Clark Griswold sedang bermain dengan sebuah miniatur kolam yang mana dia ingin menghabiskan hadiah natalnya dengan kolam itu. Hal ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Kraisinger dan timnya saat ini. Mereka menggunakan cetak 3D untuk mengedukasi klien mereka pada layout dan pengembangan dari proyek kolam mereka masing-masing.
Desain printer 3D |
“Pada fase ini, kita sudah siap untuk merancang tentang aspek utama dari proyek itu: bagaimana proyek ini harmonis dengan arsitektur rumah, bagaimana lalu lintas sekitar, dan area berbeda yang akan berfungsi ” ucap Kraisinger. “Kita juga mempertimbangkan pengairan , elevasi, dan fitur-fitur utama seperti kolam, spa, teras, hardscape dan plantings (bagian/daerah sekitar rumah yang dapat ditumbuhi tanaman).” tambah Kraisinger.
Printer Ultimaker2 |
Tidak seperti proses desain 3D pada umumnya, perangkat lunak berbasis CAD (computer-aided design) tidak digunakan oleh tim ini. Malah tim ini menggunakan sejumlah proses renderings 2D yang berbeda dari sudut yang beragam untuk membangun rancangan akhir dalam bentuk tiga dimensi. Selanjutnya rancangan tadi diberikan ke tim lain yang tim itu menggunakan printer 3D Ultimaker2 untuk proses pencetakan. Mereka biasanya menggunakan filamen yang berbahan dasar ABS (Acrylonitrile butadiene styrene).
Printer tersebut-mudah untuk digunakan- dapat mencetak model cetak 3D dari sebuah kolam relatif singkat dan tim itu mencetaknya dengan menggunakan hanya warna putih, untuk mencegah salah interpretasi terhadap warna dari desain sebelumnya. Sehingga memberikan klien tersebut semacam kanvas untuk bebas memberi warna pada model yang telah dicetak.
Model cetak 3D dari desain lanskap mempunyai banyak manfaat. Kemampuan untuk menyentuh secara fisik dan melihat kolam dari banyak sudut memberikan klien tim Kraisinger dan tim itu sendiri sebuah gambaran yang lebih jelas seperti apa nantinya ketika kolam tersebut dibangun. Model itu juga menjadi pusat dari proyek, berlaku sebagai bagian dari percakapan yang memberikan klien sebuah ide dari tahapan perkembangan kolam itu selama apa yang disebut dengan waktu sibuk (hectic time). Beberapa klien juga ingin menyimpan model cetak 3D itu sebagai sebuah kenang-kenangan yang manis dari desain dan proses pembangunan model itu sendiri.
“Model cetak 3D telah menjadi hal yang sangat berharga untuk menjadi sebuah alat desain,” kata Kraisinger. “Dengan melihat ruang dalam bentuk tiga dimensinya, hal-hal seperti elevasi, titik fokus (focal point), pergerakan, skala dan proporsional menjadi lebih terlihat dibandingkan dengan melihat pada model bidang datar. Kita sering membuat koreksi baik dalam skala besar atau kecil setelah model dibuat. Saya kira, suatu saat setiap orang akan mempunyai printer 3D di rumah mereka. Akan ada saat ketika kita mampu mengirimkan sebuah file kepada klien , yang nantinya bisa membuat model cetak 3D mereka masing-masing seperti semudah mencetak sebuah dokumen saat ini .” sambung Kraisinger.
Sumber: https://www.3ders.org/articles/20170818-architecture-firm-lorax-design-group-uses-3d-printed-scale-models-for-its-landscape-design-process.html
Rabu, 11 Oktober 2017
Teknik cetak 3D (3D printing) "SEAL" oleh peneliti MIT pada dunia kesehatan.
Para insinyur di MIT telah mengembangkan sebuah metode cetak 3D (3D printing) yang membuat dokter mampu memberikan beberapa obat atau vaksin dengan dosis yang berbeda-beda selama satu periode waktu dengan hanya sekali injeksi. Teknik "SEAL" bekerja dengan menggunakan cup berukuran mikro yang dicetak 3D yang mampu menyimpan dan membungkus beberapa dosis obat.
Untuk orang-orang yang takut terhadap jarum suntik, ide meminum vaksin dengan cangkir kopi mungkin terdengar menarik. Dua cappuccino dan vaksin polio shot, please.
Sayangnya, grup insinyur MIT tersebut mengembangkan ide (cangkir kopi) itu lebih ke arah metafora dibanding literal. Karena pastinya cangkir itu akan sangat berukuran kecil sekali untuk digenggam. Cup cetak 3D mereka-yang berukuran mikro-dapat diisi dengan berbagai macam obat-obatan atau vaksin, kemudian disegel dengan sebuah lid dan selanjutnya diinjeksikan ke dalam tubuh. Cup cetak 3D ini terbuat dari bahan yang bersifat biocompatible, serta polimer yang telah disetujui oleh FDA (BPOM Amerika Serikat) sehingga dapat diprogram untuk mengalami proses degradasi pada waktu tertentu. Hal ini juga membuat beberapa bagian tertentu dari "kopi" dalam cup tersebut dapat dikeluarkan pada waktu yang telah ditentukan, atau dengan kata lain, seorang pasien dapat menerima beberapa obat atau vaksin yang terdiri atas beberapa dosis berbeda dengan hanya sekali tusukan saja. Wow.
"Kita sangat semangat dengan penelitian ini" ujar Robert Langer, Profesor pada David H. Koch Institute di MIT. "Untuk pertama kalinya, kita mampu membuat sebuah perpustakaan dari vaksin partikel berukuran kecil, yang dibungkus, yang mana setiap partikel terprogram untuk keluar pada waktu yang presisi dan dapat diprediksi sehingga, pasien berpotensi menerima sekali injeksi saja, namun memiliki boosters yang banyak dan telah terpasang pada suntikan tersebut."
Didanai oleh hibah dari Bill and Mellinda Gates Foundation, peneliti dari MIT tersebut memulai untuk mencari cara bagaimana mengantarkan dosis yang berbeda-beda dari vaksin pada sebuah periode waktu tertentu. Hal ini dianggap penting untuk proses vaksin di beberapa negara yang pasiennya sering tidak bisa atau tidak ingin kembali untuk mem-follow-up setelah proses vaksin tersebut.
Langer menjelaskan bahwa teknik cetak 3D mampu memberikan pengaruh yang signifikan pada pasien di mana saja, khususnya di negara berkembang yang pemenuhan standar kesehatan para pasiennya yang masih rendah.Bayi-bayi akan berpotensi mendapat sekali suntikan yang mencakupi kebutuhan akan vaksin di masa satu atau dua tahun hidup bayi itu.
Proyek ini menarik karena "cup" cetak 3D itu bertujuan untuk mengantarkan vaksin atau obat-obatan tersebut pada waktu yang telah ditentukan, kemudian menahan kandungan tersebut keluar selama periode waktu tersebut. Hal ini jelas berbeda dengan sistem yang lainnya yang mengantarkan kandungan obat atau vaksin dalam satu kali pengantaran, atau melepaskan secara kontinu atau bertahap dalam sejumlah waktu. Namun dalam membuat sistem pengantaran obat yang mampu mengantarkan kandungannya (content) pada interval yang presisi memerlukan bahan yang tepat. Pada kasus ini, peneliti memutuskan untuk menggunakan PLGA( poly lactic-co-glycolic acid), sebuah polimer yang bersifat biocompatible yang telah disetujui untuk dipakai dalam peralatan medis dan dapat dibuat untuk degradasi pada waktu tertentu. Namun masalahnya adalah mengenai pembuatannya: sistem cetak 3D konvensional tidak mampu mencetak cup PLGA secara tepat sesuai dengan apa yang diinginkan oleh peneliti tersebut.
Teknik terbaru yang dikembangkan oleh peneliti tersebut terinspirasi dari pembuatan chip komputer. Tim itu menggunakan photolithography untuk membuat cetakan silikon untuk cup dan lid, dengan mencocokan sekitar dua ribu cetakan itu pada sebuah glass slide dan memakainya untuk membentuk PLGA. Selanjutnya, cup polimer itu telah siap, sebuah sistem pengeluaran otomatis digunakan untuk mengisikan obat-obat yang dibutuhkan ke cup tersebut. Lid kemudian diturunkan pada cup yang selanjutnya digabungkan dengan pemanasan.
"Kita mengembangkan sebuah metode baru yang dapat membuat struktur yang metode cetak 3D saat ini tidak bisa lakukan" ucap Ana Jaklenec, peneliti Koch Institute for Integrative Cancer Research MIT.
"Metode ini disebut SEAL (StampEd Assembly of polymer Layers), dapat digunakan dengan material thermoplastic apapun dan bisa digunakan pada pembuatan dari struktur mikro yang memiliki bentuk geometri yang kompleks sehingga dapat digunakan untuk aplikasi yang lebih luas lagi termasuk pengantaran obat denyut secara injeksi, sensor pH dan alat mikrofluida 3D."
Dengan menyesuaikan bobot dan struktur dari polimer tersebut, para peneliti dapat menyesuaikan seberapa cepat partikel itu akan terdegradasi setelah diinjeksikan, yang menentukan kapan obat-obat itu akan dikeluarkan. Apakah itu berhasil? Kau bertaruh itu berhasil. Tim itu telah mencobanya pada tikus, lalu mencari partikel yang mengeluarkan konten itu secara sharp burst, tanpa mengalami kebocoran, pada saat 9, 20 dan 41 hari setelah diinjeksikan. Lebih lanjut, mereka menemukan bahwa pengisian "coffe cup" yang mereka buat dengan sebuah ovalbumin buatan (protein yang terdapat pada putih telur yang biasa dipakai untuk penelitian respon kekebalan), mereka mampu membawa efek dari dua injeksi terpisah dengan hanya satu-bahkan separuh dari dosis. Peneliti MIT itu bahkan telah mencoba partikel mikro yang dicetak 3D yang bisa melepaskan obat-obatan setelah ratusan hari. Pada kasus ini, peneliti tersebut harus memastikan bahwa obat atau vaksin itu tetap stabil pada suhu tubuh. Teknik ini, sedang diujicobakan dengan berbagai macam obat, sementara Langer, Jaklenec dan anggota tim yang lainnya juga mengeksplorasi strategi untuk menstabilkan vaksin.
"Teknik SEAL mampu menyediakan sebuah platform baru yang membuat hampir semua menjadi berukuran kecil, objek yang dapat diisi dengan hampir semua material, yang juga menyediakan peluang tak terduga pada bidang manufaktur kesehatan dan bidang lain."sebut Langer.
Penelitian berjudul "Fabrication of fillable microparticles and other complex 3D microstructures" telah terbit di Science. Penulis utamanya adalah peneliti postdoc Kevin McHugh dan mantan peneliti postdoc Thanh D. Nguyen.
Sumber: http://www.3ders.org/articles/20170918-mits-seal-3d-printing-technique-produces-single-injections-that-deliver-multiples-vaccines-over-time.html
Untuk orang-orang yang takut terhadap jarum suntik, ide meminum vaksin dengan cangkir kopi mungkin terdengar menarik. Dua cappuccino dan vaksin polio shot, please.
"Kita sangat semangat dengan penelitian ini" ujar Robert Langer, Profesor pada David H. Koch Institute di MIT. "Untuk pertama kalinya, kita mampu membuat sebuah perpustakaan dari vaksin partikel berukuran kecil, yang dibungkus, yang mana setiap partikel terprogram untuk keluar pada waktu yang presisi dan dapat diprediksi sehingga, pasien berpotensi menerima sekali injeksi saja, namun memiliki boosters yang banyak dan telah terpasang pada suntikan tersebut."
Didanai oleh hibah dari Bill and Mellinda Gates Foundation, peneliti dari MIT tersebut memulai untuk mencari cara bagaimana mengantarkan dosis yang berbeda-beda dari vaksin pada sebuah periode waktu tertentu. Hal ini dianggap penting untuk proses vaksin di beberapa negara yang pasiennya sering tidak bisa atau tidak ingin kembali untuk mem-follow-up setelah proses vaksin tersebut.
Langer menjelaskan bahwa teknik cetak 3D mampu memberikan pengaruh yang signifikan pada pasien di mana saja, khususnya di negara berkembang yang pemenuhan standar kesehatan para pasiennya yang masih rendah.Bayi-bayi akan berpotensi mendapat sekali suntikan yang mencakupi kebutuhan akan vaksin di masa satu atau dua tahun hidup bayi itu.
Proyek ini menarik karena "cup" cetak 3D itu bertujuan untuk mengantarkan vaksin atau obat-obatan tersebut pada waktu yang telah ditentukan, kemudian menahan kandungan tersebut keluar selama periode waktu tersebut. Hal ini jelas berbeda dengan sistem yang lainnya yang mengantarkan kandungan obat atau vaksin dalam satu kali pengantaran, atau melepaskan secara kontinu atau bertahap dalam sejumlah waktu. Namun dalam membuat sistem pengantaran obat yang mampu mengantarkan kandungannya (content) pada interval yang presisi memerlukan bahan yang tepat. Pada kasus ini, peneliti memutuskan untuk menggunakan PLGA( poly lactic-co-glycolic acid), sebuah polimer yang bersifat biocompatible yang telah disetujui untuk dipakai dalam peralatan medis dan dapat dibuat untuk degradasi pada waktu tertentu. Namun masalahnya adalah mengenai pembuatannya: sistem cetak 3D konvensional tidak mampu mencetak cup PLGA secara tepat sesuai dengan apa yang diinginkan oleh peneliti tersebut.
Teknik terbaru yang dikembangkan oleh peneliti tersebut terinspirasi dari pembuatan chip komputer. Tim itu menggunakan photolithography untuk membuat cetakan silikon untuk cup dan lid, dengan mencocokan sekitar dua ribu cetakan itu pada sebuah glass slide dan memakainya untuk membentuk PLGA. Selanjutnya, cup polimer itu telah siap, sebuah sistem pengeluaran otomatis digunakan untuk mengisikan obat-obat yang dibutuhkan ke cup tersebut. Lid kemudian diturunkan pada cup yang selanjutnya digabungkan dengan pemanasan.
"Kita mengembangkan sebuah metode baru yang dapat membuat struktur yang metode cetak 3D saat ini tidak bisa lakukan" ucap Ana Jaklenec, peneliti Koch Institute for Integrative Cancer Research MIT.
"Metode ini disebut SEAL (StampEd Assembly of polymer Layers), dapat digunakan dengan material thermoplastic apapun dan bisa digunakan pada pembuatan dari struktur mikro yang memiliki bentuk geometri yang kompleks sehingga dapat digunakan untuk aplikasi yang lebih luas lagi termasuk pengantaran obat denyut secara injeksi, sensor pH dan alat mikrofluida 3D."
Dengan menyesuaikan bobot dan struktur dari polimer tersebut, para peneliti dapat menyesuaikan seberapa cepat partikel itu akan terdegradasi setelah diinjeksikan, yang menentukan kapan obat-obat itu akan dikeluarkan. Apakah itu berhasil? Kau bertaruh itu berhasil. Tim itu telah mencobanya pada tikus, lalu mencari partikel yang mengeluarkan konten itu secara sharp burst, tanpa mengalami kebocoran, pada saat 9, 20 dan 41 hari setelah diinjeksikan. Lebih lanjut, mereka menemukan bahwa pengisian "coffe cup" yang mereka buat dengan sebuah ovalbumin buatan (protein yang terdapat pada putih telur yang biasa dipakai untuk penelitian respon kekebalan), mereka mampu membawa efek dari dua injeksi terpisah dengan hanya satu-bahkan separuh dari dosis. Peneliti MIT itu bahkan telah mencoba partikel mikro yang dicetak 3D yang bisa melepaskan obat-obatan setelah ratusan hari. Pada kasus ini, peneliti tersebut harus memastikan bahwa obat atau vaksin itu tetap stabil pada suhu tubuh. Teknik ini, sedang diujicobakan dengan berbagai macam obat, sementara Langer, Jaklenec dan anggota tim yang lainnya juga mengeksplorasi strategi untuk menstabilkan vaksin.
"Teknik SEAL mampu menyediakan sebuah platform baru yang membuat hampir semua menjadi berukuran kecil, objek yang dapat diisi dengan hampir semua material, yang juga menyediakan peluang tak terduga pada bidang manufaktur kesehatan dan bidang lain."sebut Langer.
Penelitian berjudul "Fabrication of fillable microparticles and other complex 3D microstructures" telah terbit di Science. Penulis utamanya adalah peneliti postdoc Kevin McHugh dan mantan peneliti postdoc Thanh D. Nguyen.
Sumber: http://www.3ders.org/articles/20170918-mits-seal-3d-printing-technique-produces-single-injections-that-deliver-multiples-vaccines-over-time.html
Senin, 09 Oktober 2017
Teknologi Self-Driving dan 3D Printing.
Bagaimana perpaduan teknologi self-driving dengan 3D printing? Hal ini sepertinya dapat dijawab oleh Local Motors melalui Olli.
Tak semua orang paham bagaimana revolusionernya hal tersebut. Misalkan, bagaimana perusahaan seperti General Motors yang telah memproduksi kendaraan mereka sepanjang abad yang lalu. Mereka menginvestasikan banyak hal engineering dalam memproduks dari kendaraan yang mereka buat. General Motors menghabiskan dua tahun untuk mengembangkan sebuah kendaraan baru yang akan mereka buat. Tidak sedikit uang yang diinvestasikan untuk membangun alat-alat dan perlengkapan lainnya agar dapat membuat kira-kira 100.000 kendaraan secara massal dalam satu kali produksi. Jika ada yang ingin memodifikasi kendaraannya, maka hal itu adalah sesuatu yang tidak akan mungkin karena mereka pada saat itu hanya terpaku pada satu jenis kendaraan saja.
Coba bayangkan sebuah masa depan yang berbeda yang diberikan oleh Local Motors: Karena Olli dapat didisain secara custom dan dicetak 3D, maka kampus mungkin akan menyukai Olli untuk di-custom sehingga mampu bekerja lebih baik lagi dan sesuai dengan kampus tersebut. Mereka mungkin juga ingin Olli mempunyai fitur yang berbeda yang menghasilkan sebuah bentuk yang baru dan unik. Dalam hal ini pembuat kendaraan besar tidak dapat mengubah kendaraan yang mereka buat, namun Local Motors mampu mengubah dengan cara yang sederhana melalui FILE dan mencetak Ollie dalam jumlah yang cukup banyak yang paling sesuai dengan kebutuhan kampus. Dan faktanya arsitektur, urban designers, perencanaan transportasi dan disiplin ilmu yang lain dapat terlibat di masa depan dalam merancang Olli dengan Local Motors dalam sebuah tim cetak 3D yang disebut AUTHORITY.
Saat ini kampus-kampus dan kota-kota bisa mendisain dan mencetak shuttle bus mereka yang sesuai dengan kota atau kampus masing-masing. Hal ini adalah sesuatu yang sangat revolusioner.
Mari kita sambut masa depan yang baru.
Sumber:https://localmotors.com/2017/05/15/worlds-first-3d-printed-shuttle-olli/
Jumat, 06 Oktober 2017
XYZprinting mengumumkan printer 3D full-color da Vinci Color seharga $3,000 yang menggunakan teknologi 3DColorJet
Pabrikan printer 3D XYZprinting telah mengumumkan da Vinci Color senilai $3,000: sebuah printer 3D full-color yang menggunakan teknologi fused filament fabrication sehingga mampu menawarkan pencetakan dengan menggunakan model warna CMYK .
da Vinci Color[/caption]da Vinci Color menawarkan variasi warna yang sangat banyak melalui tekologi yang tersemat pada printer tersebut yaitu 3DColorJet. Hal ini disampaikan dalam catatan rilis berikut:
“Pada industri printer 3D ultimate full-color,3DColorJet yang diciptakan oleh XYZprinting memampukan da Vinci Color untuk mencampur dan membakar titik-titik kecil (droplets) dari warna yang menggunakan model CYMK pada filamen PLA secara akurat dan presisi. Teknologi tersebut dapat mencapai spektrum full-color dari 16 juta warna yang mungkin di setiap lapisan cetak dalam menyelesaikan produk 3D. Sifat dari teknologi itu juga mengkombinasikan detail dari warna yang telah disempurnakan pada pencetakan dengan inkjet, canggih dan profesional pada tekonologi pencetakan 3D.”
Hasil dari printer 3D full-color da Vinci Color[/caption]
Ukuran atau dimensi dari printer 3D full-color da Vinci Color adalah 7.9 inci x 7.9 inci x 5.9 inci dan dilengkapi dengan kalibrasi otomatis dari XYZprinting yang bersifat hands-free, EZ print bed yang dapat dipindahkan, sebuah layar LCD berwarna berukuran 5 inci dan sebuah sistem non-toxic filtration.
Spesifikasi printer 3D full-color da Vinci Color
Diumumkan pada IFA 2017, da Vinci Color (harga jual retail yang disarankan pabrikan $3,499.95) telah tersedia untuk preorder dengan harga $2,999.95. da Vinci Color telah dipamerkan pada IFA 2017, 1 September- 6 September di Berlin Exhibition Grounds, Hall 13 Booth 102, Messedamm, Berlin.
sumber:http://www.3ders.org/articles/20170831-xyzprinting-announces-3000-dollars-da-vinci-full-color-3d-printer-with-3dcolorjet-technology.html
Rabu, 04 Oktober 2017
Peneliti di NTU Singapura membuat beton yang dapat dicetak secara tiga dimensi/cetak 3D(recycled 3D printable concrete) sehingga mampu menyelamatkan bumi
Peneliti dari NTU Singapura.
Para peneliti di NTU mencoba untuk melakukan hal itu dengan mengubah bentuk dari sisa batu bara yang disebut dengan fly ash ke dalam bentuk material bangunan yang dapat dicetak secara 3D (3D printable building material).
Setelah melakukan penelitian selama lebih dari dua tahun, sebuah tim yang dipimpin oleh Ming Jen Tan (dari School of Mechanical and Aerospace Engineering) baru-baru ini mempublikasikan penemuannya pada jurnal Cleaner Production and Materials Letters.
Dalam jumlah yang sangat besar, batu bara dibakar setiap hari, seperti beberapa negara semisal Tiongkok yang terus berusaha mencari teknik pembangkitan energi yang lebih baik dari pada menggunakan batu bara, atau lebih “hijau/ramah lingkungan” seperti menggunakan nuklir atau angin. Hal ini berarti banyak sekali alat-alat yang diciptakan yang sebagian besar harus dibuang begitu saja di tempat pembuangan atau diolah dengan cara yang lain.
Tetapi para peneliti di NTU melihat sebuah peluang yang luar biasa dari fly ash, bagian terakhir yang tersisa dari pembakaran batu bara.
Dengan pencampuran fly ash dan steel slag serta sebuah campuran bahan kimia, para peneliti tersebut telah dapat menciptakan mortar geopolimer yang dapat dicetak secara 3D yang bisa digunakan pada pembangunan skala besar, struktur pada dengan peralatan pencetakan 3D. Menurut mereka hal ini adalah masa depan dari bangunan cetak 3D.
Tentu saja, membuat segalanya sempurna-mulai dari laju aliran hingga waktu setting- adalah suatu tantangan yang besar, tetapi tim NTU berpikir bahwa hal itu telah muncul dengan produk yang cukup layak, dan yang luar biasanya adalah karena hal itu berasal dari limbah.
Tim peneliti itu mengumpulkan fly ash yang berasal dari pembangkit yang menggunakan batu bara yang beroperasi di India. Tetapi menurut mereka fly ash tersebut dapat diperoleh dari lokasi yang lain. Semisal, pembuangan lokal hingga pembangkit energi.
Peneliti di NTU juga sedang sedang berusaha untuk mengiplementasikan penemuan mereka untuk lebih dekat ke rumah. Di Singapura, yang merupakan lokasi dari kampus NTU, hanya memiliki satu tempat pembuangan akhir di Pulau Semakau yang akan ditutup pada tahun 2035. Namun dengan menggunakan limbah sebagai untuk material baru dari pencetakan 3D, peneliti tersebut menyatakan bahwa jadwal penutupan tersebut dapat ditangguhkan, sehingga menunda keperluan untuk membuka tempat pembuangan akhir kedua.
Mungkin yang lebih penting, beton cetak 3D akan membantu industri konstruksi untuk mengurangi jejak karbon, karena tidak ada material yang dibuatbenar-benar dari awal. Produksi beton untuk saat ini menyumbang sekitar 5% emisi gas karbon dioksida dunia.
Pertanyaan besarnya adalah apakah campuran beton daur ulang (recycled concrete mix) memiliki performa sebaik beton biasa?
Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan, campuran bahan untuk cetak 3D tersebut sama kuat, tetapi ketika strukturnya berorientasi dengan cara ang praktis. Hal ini disebabkan oleh sifat mekanik dari geopolymer yang dicetak 3D yakni hampir semua bergantung pada arah loading karena sifat anisotropic dari proses pencetakan.
Secara mengagumkan, para peneliti itu berpikir bahwa mereka dapat membuat material sekuat beton reinforced. Sementara mereka belum tahu persisnya seperti apa caranya untuk mencapai hal itu, mereka tetap melanjutkan penelitian mereka untuk melihat jika mereka dapat menyempurnakan produk mereka dan juga mencoba mengurangi biayanya.
Pada penelitian yang telah dipublikasikan, peneliti tersebut juga membahas bagaimana cara untuk mengatasai masalah seperti overhangs. Salah satu pilihannya, adalah struktur pendukung(support structures), yang juga campuran geopolimer yang cepat dapat mengurangi kebutuhan akan struktur pendukung.
Syukurnya tim tersebut tidak kekurangan sumber daya. Tahun lalu, NTU telah memberikan 30,7 juta USD kepada pusat cetak 3D (3D printing center), dengan beton cetak 3D sebagai salah satu area fokusnya.
Jurnal “Additive manufacturing of geopolymer for sustainable built enviroment” dapat dibaca di sini. Jurnal tersebut ditulis oleh Biranchi Panda, Suvash Chandra Paul, Lim Jian Hui, Yi Wei Daniel Tay dan Ming Jen Tan.
sumber:http://www.3ders.org/articles/20170904-researchers-at-singapores-ntu-making-recycled-3d-printable-concrete-that-could-save-the-planet.html
Para peneliti dari Nanyang Technology University (NTU) Singapura telah menggunakan fly ash, sebuah bahan dari sisa burnt coal, untuk menciptakan sebuah mortar geopolimer cetak 3D (3D printable geopolymer mortar). Campuran tersebut juga mengandung steel slag dan berbagai bahan kimia rahasia.
Pembakaran batu bara mungkin bukanlah suatu cara yang ramah bagi planet bumi untuk pembangkitan energi dan panas, tetapi di banyak tempat di dunia ini, masih bergantung penuh pada batu bara. Jadi, kenapa tidak mencoba mengambil keuntungan dari pembakaran batu bara dengan cara yang lain yang mungkin bisa?Para peneliti di NTU mencoba untuk melakukan hal itu dengan mengubah bentuk dari sisa batu bara yang disebut dengan fly ash ke dalam bentuk material bangunan yang dapat dicetak secara 3D (3D printable building material).
Setelah melakukan penelitian selama lebih dari dua tahun, sebuah tim yang dipimpin oleh Ming Jen Tan (dari School of Mechanical and Aerospace Engineering) baru-baru ini mempublikasikan penemuannya pada jurnal Cleaner Production and Materials Letters.
Dalam jumlah yang sangat besar, batu bara dibakar setiap hari, seperti beberapa negara semisal Tiongkok yang terus berusaha mencari teknik pembangkitan energi yang lebih baik dari pada menggunakan batu bara, atau lebih “hijau/ramah lingkungan” seperti menggunakan nuklir atau angin. Hal ini berarti banyak sekali alat-alat yang diciptakan yang sebagian besar harus dibuang begitu saja di tempat pembuangan atau diolah dengan cara yang lain.
Tetapi para peneliti di NTU melihat sebuah peluang yang luar biasa dari fly ash, bagian terakhir yang tersisa dari pembakaran batu bara.
Dengan pencampuran fly ash dan steel slag serta sebuah campuran bahan kimia, para peneliti tersebut telah dapat menciptakan mortar geopolimer yang dapat dicetak secara 3D yang bisa digunakan pada pembangunan skala besar, struktur pada dengan peralatan pencetakan 3D. Menurut mereka hal ini adalah masa depan dari bangunan cetak 3D.
Tentu saja, membuat segalanya sempurna-mulai dari laju aliran hingga waktu setting- adalah suatu tantangan yang besar, tetapi tim NTU berpikir bahwa hal itu telah muncul dengan produk yang cukup layak, dan yang luar biasanya adalah karena hal itu berasal dari limbah.
Tim peneliti itu mengumpulkan fly ash yang berasal dari pembangkit yang menggunakan batu bara yang beroperasi di India. Tetapi menurut mereka fly ash tersebut dapat diperoleh dari lokasi yang lain. Semisal, pembuangan lokal hingga pembangkit energi.
Peneliti di NTU juga sedang sedang berusaha untuk mengiplementasikan penemuan mereka untuk lebih dekat ke rumah. Di Singapura, yang merupakan lokasi dari kampus NTU, hanya memiliki satu tempat pembuangan akhir di Pulau Semakau yang akan ditutup pada tahun 2035. Namun dengan menggunakan limbah sebagai untuk material baru dari pencetakan 3D, peneliti tersebut menyatakan bahwa jadwal penutupan tersebut dapat ditangguhkan, sehingga menunda keperluan untuk membuka tempat pembuangan akhir kedua.
Mungkin yang lebih penting, beton cetak 3D akan membantu industri konstruksi untuk mengurangi jejak karbon, karena tidak ada material yang dibuatbenar-benar dari awal. Produksi beton untuk saat ini menyumbang sekitar 5% emisi gas karbon dioksida dunia.
Pertanyaan besarnya adalah apakah campuran beton daur ulang (recycled concrete mix) memiliki performa sebaik beton biasa?
Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan, campuran bahan untuk cetak 3D tersebut sama kuat, tetapi ketika strukturnya berorientasi dengan cara ang praktis. Hal ini disebabkan oleh sifat mekanik dari geopolymer yang dicetak 3D yakni hampir semua bergantung pada arah loading karena sifat anisotropic dari proses pencetakan.
Secara mengagumkan, para peneliti itu berpikir bahwa mereka dapat membuat material sekuat beton reinforced. Sementara mereka belum tahu persisnya seperti apa caranya untuk mencapai hal itu, mereka tetap melanjutkan penelitian mereka untuk melihat jika mereka dapat menyempurnakan produk mereka dan juga mencoba mengurangi biayanya.
Pada penelitian yang telah dipublikasikan, peneliti tersebut juga membahas bagaimana cara untuk mengatasai masalah seperti overhangs. Salah satu pilihannya, adalah struktur pendukung(support structures), yang juga campuran geopolimer yang cepat dapat mengurangi kebutuhan akan struktur pendukung.
Syukurnya tim tersebut tidak kekurangan sumber daya. Tahun lalu, NTU telah memberikan 30,7 juta USD kepada pusat cetak 3D (3D printing center), dengan beton cetak 3D sebagai salah satu area fokusnya.
Jurnal “Additive manufacturing of geopolymer for sustainable built enviroment” dapat dibaca di sini. Jurnal tersebut ditulis oleh Biranchi Panda, Suvash Chandra Paul, Lim Jian Hui, Yi Wei Daniel Tay dan Ming Jen Tan.
sumber:http://www.3ders.org/articles/20170904-researchers-at-singapores-ntu-making-recycled-3d-printable-concrete-that-could-save-the-planet.html
Senin, 02 Oktober 2017
Sejarah Printer 3D : Teknologi Printer 3D mulai dari Tahun 80an hingga Saat Ini
Percetakan tiga dimensi (3D printing) tidak sebaru yang anda kira! Pada tahun 2009 ketika paten untuk Fused Deposition Modeling (FDM) kedaluwarsa, percetakan tiga dimensi menjadi sebuah topik hangat yang mudah untuk meyakini bahwa hal itu adalah sebuah merek inovasi baru. Dan karena mendapat liputan dari media secara luas, orang-orang sering membayangkan bahwa FDM teknik manufaktur tambahan. Nyatanya, teknik percetakan tiga dimensi pertama adalah SLA (Stereolithography), bukan FDM, dan paten pertama diajukan di awal tahun 1980an! Penasaran? Ini adalah timeline singkat sejarah dari percetakan tiga dimensi, dimulai dari 1980an sampai saat ini, dari mesin-mesin pertama hingga harapan-harapan besar dan banyak aplikasi yang sedang berkembang pesat saat ini.
Tahun 1980an: Kelahiran dari tiga teknik percetakan tiga dimensi.
Upaya percetakan tiga dimensi pertama kali dilakukan oleh Dr Kodama ketika mengembangkan sebuah teknik prototype yang cepat di tahun 1980. Dia yang pertama menjelaskan pendekatan lapisan per lapisan pada proses manufaktur, membuat sebuah cikal bakal dari teknik SLA, yaitu sebuah resin photosensitive yang dipolimerisasi dengan cahaya ultraviolet. Sayangnya, dia tidak mengajukan persyaratan untuk paten sebelum deadline.
Empat tahun kemudian, sekelompok insinyur berkebangsaan Perancis tertarik dengan Stereolithography, tetapi ditinggalkan karena secara perspektif bisnis dinilai kurang.
Di saat yang sama, Charles Hull juga tertarik dengan teknologi tersebut dan dia mematenkan Stereolithography pada tahun 1986.
Dia mendirikan 3D System Corporation dan setahun kemudian menghasilkan SLA-1.
Pada tahun 1988, di University of Texas, Carl Deckard membawa sebuah paten untuk teknologi SLS, sebuah teknik percetakan tiga dimensi yang lain yaitu dengan menggabungkan secara lokal bubuk gandum dengan sinar laser.
Sementara itu, Scott Crump, salah satu pendiri dari Stratasys Inc. mengajukan sebuah paten untuk Fused Deposition Modelling (FDM): teknik ketiga dari teknologi utama percetakan tiga dimensi yang selama kurang dari sepuluh tahun, ketiga teknik utama dari percetakan tiga dimensi telah dipatenkan dan percetakan tiga dimensi telah lahir!
Gambar Mesin SLA-1
1980 : paten pertama oleh Dr Kodama untuk teknologi Rapid prototyping.
1984 : Stereolithography ditinggalkan oleh insinyur Perancis.
1986 : Stereolithography dipatenkan oleh Charles Hull.
1987 : mesin pertama SLA-1.
1988 : mesin pertama SLS oleh DTM Inc. yang kemudian membeli sistem tiga dimensi.
Tahun 1990an: Kemunculan Manufaktur utama dari percetakan tiga dimensi dan alat-alat CAD.
Di Eropa, EOS GmbH didirikan dan membuat sistem EOS “Stereos“ pertama kalinya untuk industri prototyping dan aplikasi produksi di percetakan tiga dimensi. Kualitas industri ini dikenal luas pada teknologi SLS untuk plastik dan logam.
Di tahun 1992, paten FDM dikeluarkan oleh Stratasys, yang mengembangkan printer tiga dimensi untuk profesional maupun individu.
Mulai dari tahun 1993 hingga 1994, pemain utama dari percetakan tiga dimensi, berkembang dengan bermacam-macam teknik:
Di tahun 1990an yang juga dekade dari aplikasi pertama percetakan tiga dimensi dilakukan oleh peneliti di bidang medis yang mengkombinasikan dunia medis dan percetakan tiga dimensi sehingga membuka jalan untuk kegunaan yang lainnya.
Charles Hull
Ikhtisar:
1990 : sistem EOS Stereos pertama.
1992 : paten FDM oleh Stratasys.
1993 : Solidscape didirikan.
1995 : Zcorp mendapatkan lisensi khusus dari MIT.
1999 : organ buatan ditemukan dan membawa sesuatu yang canggih di bidang medis.
Tahun 2000an: percetakan tiga dimensi mendapat sorotan media.
Di tahun 2000, pertama kalinya percetakan tiga dimensi mencetak ginjal. Kita harus menunggu tiga belas tahun lebih untuk melihat ginjal tersebut ditransplantasikan ke pasien. Ginjal cetak tiga dimensi saat ini bekerja secara sempurna dan para peneliti sedang bereksperimen untuk mempercepat pertumbuhan dari organ transplantasi dengan sangat cepat.
Tahun 2004 adalah tahun inisialisasi dari RepRap Project yang terdiri sebuah printer tiga dimensi yang dapat mereplikasi sendiri. Proyek open source in memimpin penyebaran dari komputer tiga dimensi berbasis FDM, printer tiga dimensi dan popularitas teknologi di komunitas pembuat.
Tahun 2005, ZCorp meluncurkan Spectrum Z510, printer warna tiga dimensi high-definition paling pertama.
Di tahun 2008, percetakan tiga dimensi mendapat ucapan terima kasih yang lebih besar dari media untuk aplikasi media lainnya yaitu kaki, printer tiga dimensi berhasil mencetak kaki palsu. Proses pencetakan kaki palsu tersebut, menggabungkan semua bagian dari sebuah kaki, yang dicetak seperti apa adanya tanpa membutuhkan tambahan perakitan.
Sekarang ini, dikombinasikan dengan pemindaian tiga dimensi, prostesis dan ortosis lebih murah dan sangat cepat untuk diperoleh.
Tahun 2009 adalah tahun ketika paten FDM jatuh ke publik, sehingga membuka jalan untuk gelombang inovasi pada printer tiga dimensi berbasis FDM, menurunkan harga komputer cetak tiga dimensi dan konsekuensinya karna teknologinya semakin mudah diakses, membuat teknologi percetakan tiga dimensi semakin mudah dilihat.
Tahun 2009 juga tahun Sculpteo diciptakan, salah satu pionir dari jasa percetakan tiga dimensi online yang berkembang cepat saat ini, yang merupakan langkah maju dari akses percetakan tiga dimensi.
Ikthisar:
2000 : sebuah ginjal cetak tiga dimensi diciptakan.
2000 : MCP Technologies memperkenalkan teknologi SLM.
2005 : ZCorp meluncurkan Spectrum Z510 yang merupakan printer warna tiga dimensi high-definition di pasaran.
2006 : sebuah proyek open source diinisalisasi oleh Reprap.
2008 : kaki buatan dicetak secara tiga dimensi pertama kali.
2009 : paten FDM menjadi domain publik.
2009 : Sculpteo diciptakan.
Tahun 2010an: Tahun visibilitas, inovasi dan harapan untuk percetakan tiga dimensi.
Tahun belakangan ini menjadi sesuatu yang sangat penting untuk percetakan tiga dimensi. Dengan kadaluarsanya paten FDM, tahun pertama dari dekade ini menjadi tahunnya percetakan tiga dimensi. Teknologi komputer menyerbu pasaran dan membuat sektor industri berpikir kembali untuk manufaktur tambahan sebagai sebuah teknik produksi yang andal. Di tahun 2013, presiden Amerika Serikat Barack Obama menyebut bahwa percetakan tiga dimensi sebagai isu utama untuk masa depan pada pidato State of the Union-nya yang membuat “3D printing” menjadi sebuah kata kunci.
Tahun 2010, Urbee adalah mobil prototype yang dicetak secara tiga dimensi pertama kalinya. Badannya utuh dan dicetak tiga dimensi dengan menggunakan printer tiga dimensi yang sangat besar. Saat ini, mobil cetak tiga dimensi masih sebuah impian dibanding kenyataan tetapi pada proses manufaktur, banyak pemain mempertimbangkan hal itu sebagai alternatif yang baik dari metode tradisional.
Di 2011, Cornell University mulai membangun sebuah printer makanan tiga dimensi. Sekilas, tampak tidak berarti apa-apa, namun NASA untuk saat ini sedang meneliti bagaimana printer tiga dimensi mencetak makanan di luar angkasa.
Tahun 2014, NASA membawa sebuah printer tiga dimensi ke luar angkasa untuk membuat objek cetakan tiga dimensi ke luar bumi.
Banyak hal canggih di bidang medis percetakan tiga dimensi: jaringan, organ tubuh, dan prostesis berbiaya murah.
Printer tiga dimensi diberitakan secara teratur, bahwa alat tersebut lebih efisien, mencetak lebih cepat, memberi akses untuk bahan-bahan tiga dimensi yang baru. Sebagai contoh yang baik, teknologi dari Carbon 3D CLIP, yang kita tawarkan sebuah layanan pada platform sejak Maret 2016 dan printer tiga dimensi ini mencetak resin mekanik dengan kecepatan yang tidak ada bandingnya.
Bahan percetakan tiga dimensi yang baru dieksplor setiap hari, mulai dari percetakan tulang oleh laboratorium Daniel Kelly’s hingga startup asal Perancis XtreeE yang membuat percetakan beton tiga dimensi yang merevolusi industri kostruksi!
Di saat yang sama, upaya yang secara konstan dibuat untuk menjadikan percetakan tiga dimensi lebih dapat diakses lagi, melalui pendidikan, shared spaces seperti fablabs and makerspaces dan juga layanan percetakan tiga dimensi seperti yang dilakukan oleh Sculpteo.
Ikhtisar:
2010 : Urbee adalah mobil prototype yang dicetak secara tiga dimensi pertama yang ditampilkan.
2011 : Cornell University memulai membangun printer makanan tiga dimensi.
2012 : rahang buatan pertama dicetak dan diimplankan.
2013 : ”3D printing” di pidato State of the Union Obama.
2015 : Carbon 3D mengeluarkan mesin cetak revolusioner mereka ultra-fast CLIP 3D.
2016 : laboratorium Daniel Kelly mengumumkan bahwa mereka dapat mencetak tulang secara tiga dimensi.
sumber:
https://www.sculpteo.com/blog/2016/12/14/the-history-of-3d-printing-3d-printing-technologies-from-the-80s-to-today/
Tahun 1980an: Kelahiran dari tiga teknik percetakan tiga dimensi.
Upaya percetakan tiga dimensi pertama kali dilakukan oleh Dr Kodama ketika mengembangkan sebuah teknik prototype yang cepat di tahun 1980. Dia yang pertama menjelaskan pendekatan lapisan per lapisan pada proses manufaktur, membuat sebuah cikal bakal dari teknik SLA, yaitu sebuah resin photosensitive yang dipolimerisasi dengan cahaya ultraviolet. Sayangnya, dia tidak mengajukan persyaratan untuk paten sebelum deadline.
Empat tahun kemudian, sekelompok insinyur berkebangsaan Perancis tertarik dengan Stereolithography, tetapi ditinggalkan karena secara perspektif bisnis dinilai kurang.
Di saat yang sama, Charles Hull juga tertarik dengan teknologi tersebut dan dia mematenkan Stereolithography pada tahun 1986.
Dia mendirikan 3D System Corporation dan setahun kemudian menghasilkan SLA-1.
Pada tahun 1988, di University of Texas, Carl Deckard membawa sebuah paten untuk teknologi SLS, sebuah teknik percetakan tiga dimensi yang lain yaitu dengan menggabungkan secara lokal bubuk gandum dengan sinar laser.
Sementara itu, Scott Crump, salah satu pendiri dari Stratasys Inc. mengajukan sebuah paten untuk Fused Deposition Modelling (FDM): teknik ketiga dari teknologi utama percetakan tiga dimensi yang selama kurang dari sepuluh tahun, ketiga teknik utama dari percetakan tiga dimensi telah dipatenkan dan percetakan tiga dimensi telah lahir!
Gambar Mesin SLA-1
1980 : paten pertama oleh Dr Kodama untuk teknologi Rapid prototyping.
1984 : Stereolithography ditinggalkan oleh insinyur Perancis.
1986 : Stereolithography dipatenkan oleh Charles Hull.
1987 : mesin pertama SLA-1.
1988 : mesin pertama SLS oleh DTM Inc. yang kemudian membeli sistem tiga dimensi.
Tahun 1990an: Kemunculan Manufaktur utama dari percetakan tiga dimensi dan alat-alat CAD.
Di Eropa, EOS GmbH didirikan dan membuat sistem EOS “Stereos“ pertama kalinya untuk industri prototyping dan aplikasi produksi di percetakan tiga dimensi. Kualitas industri ini dikenal luas pada teknologi SLS untuk plastik dan logam.
Di tahun 1992, paten FDM dikeluarkan oleh Stratasys, yang mengembangkan printer tiga dimensi untuk profesional maupun individu.
Mulai dari tahun 1993 hingga 1994, pemain utama dari percetakan tiga dimensi, berkembang dengan bermacam-macam teknik:
- ZCorp dan binder jetting: dengan menggunakan teknologi inkjet percetakan yang dibuat oleh MIT, ZCorp menciptakan Z402 yang memproduksi model menggunakan material berbahan dasar serbuk/plaster dan binder cair yang berbahan dasar air.
- Teknologi Arcam MCP dan Selective Laser Melting.
Di tahun 1990an yang juga dekade dari aplikasi pertama percetakan tiga dimensi dilakukan oleh peneliti di bidang medis yang mengkombinasikan dunia medis dan percetakan tiga dimensi sehingga membuka jalan untuk kegunaan yang lainnya.
Charles Hull
Ikhtisar:
1990 : sistem EOS Stereos pertama.
1992 : paten FDM oleh Stratasys.
1993 : Solidscape didirikan.
1995 : Zcorp mendapatkan lisensi khusus dari MIT.
1999 : organ buatan ditemukan dan membawa sesuatu yang canggih di bidang medis.
Tahun 2000an: percetakan tiga dimensi mendapat sorotan media.
Di tahun 2000, pertama kalinya percetakan tiga dimensi mencetak ginjal. Kita harus menunggu tiga belas tahun lebih untuk melihat ginjal tersebut ditransplantasikan ke pasien. Ginjal cetak tiga dimensi saat ini bekerja secara sempurna dan para peneliti sedang bereksperimen untuk mempercepat pertumbuhan dari organ transplantasi dengan sangat cepat.
Tahun 2004 adalah tahun inisialisasi dari RepRap Project yang terdiri sebuah printer tiga dimensi yang dapat mereplikasi sendiri. Proyek open source in memimpin penyebaran dari komputer tiga dimensi berbasis FDM, printer tiga dimensi dan popularitas teknologi di komunitas pembuat.
Tahun 2005, ZCorp meluncurkan Spectrum Z510, printer warna tiga dimensi high-definition paling pertama.
Di tahun 2008, percetakan tiga dimensi mendapat ucapan terima kasih yang lebih besar dari media untuk aplikasi media lainnya yaitu kaki, printer tiga dimensi berhasil mencetak kaki palsu. Proses pencetakan kaki palsu tersebut, menggabungkan semua bagian dari sebuah kaki, yang dicetak seperti apa adanya tanpa membutuhkan tambahan perakitan.
Sekarang ini, dikombinasikan dengan pemindaian tiga dimensi, prostesis dan ortosis lebih murah dan sangat cepat untuk diperoleh.
Tahun 2009 adalah tahun ketika paten FDM jatuh ke publik, sehingga membuka jalan untuk gelombang inovasi pada printer tiga dimensi berbasis FDM, menurunkan harga komputer cetak tiga dimensi dan konsekuensinya karna teknologinya semakin mudah diakses, membuat teknologi percetakan tiga dimensi semakin mudah dilihat.
Tahun 2009 juga tahun Sculpteo diciptakan, salah satu pionir dari jasa percetakan tiga dimensi online yang berkembang cepat saat ini, yang merupakan langkah maju dari akses percetakan tiga dimensi.
Ikthisar:
2000 : sebuah ginjal cetak tiga dimensi diciptakan.
2000 : MCP Technologies memperkenalkan teknologi SLM.
2005 : ZCorp meluncurkan Spectrum Z510 yang merupakan printer warna tiga dimensi high-definition di pasaran.
2006 : sebuah proyek open source diinisalisasi oleh Reprap.
2008 : kaki buatan dicetak secara tiga dimensi pertama kali.
2009 : paten FDM menjadi domain publik.
2009 : Sculpteo diciptakan.
Tahun 2010an: Tahun visibilitas, inovasi dan harapan untuk percetakan tiga dimensi.
Tahun belakangan ini menjadi sesuatu yang sangat penting untuk percetakan tiga dimensi. Dengan kadaluarsanya paten FDM, tahun pertama dari dekade ini menjadi tahunnya percetakan tiga dimensi. Teknologi komputer menyerbu pasaran dan membuat sektor industri berpikir kembali untuk manufaktur tambahan sebagai sebuah teknik produksi yang andal. Di tahun 2013, presiden Amerika Serikat Barack Obama menyebut bahwa percetakan tiga dimensi sebagai isu utama untuk masa depan pada pidato State of the Union-nya yang membuat “3D printing” menjadi sebuah kata kunci.
Tahun 2010, Urbee adalah mobil prototype yang dicetak secara tiga dimensi pertama kalinya. Badannya utuh dan dicetak tiga dimensi dengan menggunakan printer tiga dimensi yang sangat besar. Saat ini, mobil cetak tiga dimensi masih sebuah impian dibanding kenyataan tetapi pada proses manufaktur, banyak pemain mempertimbangkan hal itu sebagai alternatif yang baik dari metode tradisional.
Di 2011, Cornell University mulai membangun sebuah printer makanan tiga dimensi. Sekilas, tampak tidak berarti apa-apa, namun NASA untuk saat ini sedang meneliti bagaimana printer tiga dimensi mencetak makanan di luar angkasa.
Tahun 2014, NASA membawa sebuah printer tiga dimensi ke luar angkasa untuk membuat objek cetakan tiga dimensi ke luar bumi.
Banyak hal canggih di bidang medis percetakan tiga dimensi: jaringan, organ tubuh, dan prostesis berbiaya murah.
Printer tiga dimensi diberitakan secara teratur, bahwa alat tersebut lebih efisien, mencetak lebih cepat, memberi akses untuk bahan-bahan tiga dimensi yang baru. Sebagai contoh yang baik, teknologi dari Carbon 3D CLIP, yang kita tawarkan sebuah layanan pada platform sejak Maret 2016 dan printer tiga dimensi ini mencetak resin mekanik dengan kecepatan yang tidak ada bandingnya.
Bahan percetakan tiga dimensi yang baru dieksplor setiap hari, mulai dari percetakan tulang oleh laboratorium Daniel Kelly’s hingga startup asal Perancis XtreeE yang membuat percetakan beton tiga dimensi yang merevolusi industri kostruksi!
Di saat yang sama, upaya yang secara konstan dibuat untuk menjadikan percetakan tiga dimensi lebih dapat diakses lagi, melalui pendidikan, shared spaces seperti fablabs and makerspaces dan juga layanan percetakan tiga dimensi seperti yang dilakukan oleh Sculpteo.
Ikhtisar:
2010 : Urbee adalah mobil prototype yang dicetak secara tiga dimensi pertama yang ditampilkan.
2011 : Cornell University memulai membangun printer makanan tiga dimensi.
2012 : rahang buatan pertama dicetak dan diimplankan.
2013 : ”3D printing” di pidato State of the Union Obama.
2015 : Carbon 3D mengeluarkan mesin cetak revolusioner mereka ultra-fast CLIP 3D.
2016 : laboratorium Daniel Kelly mengumumkan bahwa mereka dapat mencetak tulang secara tiga dimensi.
sumber:
https://www.sculpteo.com/blog/2016/12/14/the-history-of-3d-printing-3d-printing-technologies-from-the-80s-to-today/
Kamis, 03 Agustus 2017
XYZprinting di Computex Taipei 2017
Pada event Computex - Taipei 2017 XYZprinting turut serta untuk memamerkan produk-produk printer 3D nya. Mulai dari Pen 3D, Da Vinci Mini, Da Vnci Junior, Nobel, 3D scanner dll. Beberapa produk baru yang belum di launch ke pasaran tetapi sudah diperkenalkan diantaranya adalah Da Vinci Super, BCP 230, and 3D Jet.
https://www.facebook.com/xyzprinter3dindonesia/
http://www.xyz-printer3d.co.id/
https://www.facebook.com/xyzprinter3dindonesia/
http://www.xyz-printer3d.co.id/
Langganan:
Postingan (Atom)