Rabu, 04 Oktober 2017

Peneliti di NTU Singapura membuat beton yang dapat dicetak secara tiga dimensi/cetak 3D(recycled 3D printable concrete) sehingga mampu menyelamatkan bumi

Peneliti dari NTU Singapura yang membuat beton cetak 3D Peneliti dari NTU Singapura.

Para peneliti dari Nanyang Technology University (NTU) Singapura telah menggunakan fly ash, sebuah bahan dari sisa burnt coal, untuk menciptakan sebuah mortar geopolimer cetak  3D (3D printable geopolymer mortar). Campuran tersebut juga mengandung steel slag dan berbagai bahan kimia rahasia.

Pembakaran batu bara mungkin bukanlah suatu cara yang ramah bagi planet bumi untuk pembangkitan energi dan panas, tetapi di banyak tempat di dunia ini, masih bergantung penuh pada batu bara. Jadi, kenapa tidak mencoba mengambil keuntungan dari pembakaran batu bara dengan cara yang lain yang mungkin bisa?
Para peneliti di NTU mencoba untuk melakukan hal itu dengan mengubah bentuk dari sisa batu bara yang disebut dengan fly ash ke dalam bentuk material bangunan yang dapat dicetak secara 3D (3D printable building material).
Setelah melakukan penelitian selama lebih dari dua tahun, sebuah tim yang dipimpin oleh Ming Jen Tan (dari School of Mechanical and Aerospace Engineering) baru-baru ini mempublikasikan penemuannya pada jurnal Cleaner Production and Materials Letters.
Dalam jumlah yang sangat besar, batu bara dibakar setiap hari, seperti beberapa negara semisal Tiongkok yang terus berusaha mencari teknik pembangkitan energi yang lebih baik dari pada menggunakan batu bara, atau lebih “hijau/ramah lingkungan” seperti menggunakan nuklir atau angin. Hal ini berarti banyak sekali alat-alat yang diciptakan yang sebagian besar harus dibuang begitu saja di tempat pembuangan atau diolah dengan cara yang lain.
Tetapi para peneliti di NTU melihat sebuah peluang yang luar biasa dari fly ash, bagian terakhir yang tersisa dari pembakaran batu bara.
Dengan pencampuran fly ash dan steel slag serta sebuah campuran bahan kimia, para peneliti tersebut telah dapat menciptakan mortar geopolimer yang dapat dicetak secara 3D yang bisa digunakan pada pembangunan skala besar, struktur pada dengan peralatan pencetakan 3D. Menurut mereka hal ini adalah masa depan dari bangunan cetak 3D.
Tentu saja, membuat segalanya sempurna-mulai dari laju aliran hingga waktu setting- adalah suatu tantangan yang besar, tetapi tim NTU berpikir bahwa hal itu telah muncul dengan produk yang cukup layak, dan yang luar biasanya adalah karena hal itu berasal dari limbah.
Tim peneliti itu  mengumpulkan fly ash yang berasal dari pembangkit yang menggunakan batu bara yang beroperasi di India. Tetapi menurut mereka fly ash tersebut dapat diperoleh dari lokasi yang lain. Semisal, pembuangan lokal hingga pembangkit energi.
Peneliti di NTU juga sedang sedang berusaha untuk mengiplementasikan penemuan mereka untuk lebih dekat ke rumah. Di Singapura, yang merupakan lokasi dari kampus NTU, hanya memiliki satu tempat pembuangan akhir di Pulau Semakau yang akan ditutup pada tahun 2035. Namun dengan menggunakan limbah sebagai untuk material baru dari pencetakan 3D, peneliti tersebut menyatakan bahwa jadwal penutupan tersebut dapat ditangguhkan, sehingga menunda keperluan untuk membuka tempat pembuangan akhir kedua.
Mungkin yang lebih penting, beton cetak 3D akan membantu industri konstruksi untuk mengurangi jejak karbon, karena tidak ada material yang dibuatbenar-benar dari awal. Produksi beton untuk saat ini menyumbang sekitar 5% emisi gas karbon dioksida dunia.
Pertanyaan besarnya adalah apakah campuran beton daur ulang (recycled concrete mix) memiliki performa sebaik beton biasa?
Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan, campuran bahan untuk cetak 3D tersebut sama kuat, tetapi ketika strukturnya berorientasi dengan cara ang praktis. Hal ini disebabkan oleh sifat mekanik dari geopolymer yang dicetak 3D yakni hampir semua bergantung pada arah loading  karena sifat anisotropic dari proses pencetakan.
Secara mengagumkan, para peneliti itu berpikir bahwa mereka dapat membuat material sekuat  beton reinforced.  Sementara mereka belum tahu persisnya seperti apa caranya untuk mencapai hal itu, mereka tetap melanjutkan penelitian mereka untuk melihat jika mereka dapat menyempurnakan produk mereka dan juga mencoba mengurangi biayanya.
Pada penelitian yang telah dipublikasikan, peneliti tersebut juga membahas bagaimana cara untuk mengatasai masalah seperti overhangs. Salah satu pilihannya, adalah struktur pendukung(support structures), yang juga campuran geopolimer yang cepat dapat mengurangi kebutuhan akan struktur pendukung.
Syukurnya tim tersebut tidak kekurangan sumber daya. Tahun lalu, NTU telah memberikan 30,7 juta USD kepada pusat cetak 3D (3D printing center), dengan beton cetak 3D sebagai salah satu area fokusnya.
Jurnal “Additive manufacturing of geopolymer for sustainable built enviroment” dapat dibaca di sini. Jurnal tersebut ditulis oleh Biranchi Panda, Suvash Chandra Paul, Lim Jian Hui, Yi Wei Daniel Tay dan Ming Jen Tan.
sumber:http://www.3ders.org/articles/20170904-researchers-at-singapores-ntu-making-recycled-3d-printable-concrete-that-could-save-the-planet.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar