Sebuah tim dari Central Queensland University di Australia mengajarkan materi mikrobiologi kepada mahasiswanya dengan menggunakan model skala besar partikel virus yang dicetak menggunakan teknologi 3D printing. Bantuan pembelajaran dengan teknologi cetak 3D ini menawarkan sebuah cara yang lebih dinamis dan dapat merasakan melalui sentuhan untuk mempelajari mikroba dan virus yang menyerang tubuh manusia.
Diinisialisasi oleh para peneliti dari Departemen Medis dan Teknik CQUniversity, proyek cetak 3D virus ini bertujuan untuk menerangkan dan menjelaskan lebih baik lagi partikel dari virus, termasuk penyebab dari sakit yang disebabkan oleh virus itu seperti polio, ebola, zika, dan bahkan flu pada umumnya.
Gambar 1. Model virus cetak 3D.
Menurut tim tersebut, mengetahui bentuk partikel dari sebuah virus dan strukturnya adalah sebuah kunci dari pemahaman bagaimana patogen hidup dan berkembang dalam tubuh manusia dan terutama bagaimana mereka berevolusi. Jelas bahwa terdapat faktor krusial dalam menguraikan (deciphering) cara untuk menangani dan juga mencegah virus-virus itu.
Pada cara yang lama, memperbesar gambar berukuran mikroskopik digunakan untuk mempelajari virus dan patogen, karena partikel kecil itu sulit dibedakan dengan mata telanjang. Namun mempelajari virus dan patogen dengan menggunakan foto 2D juga mempunyai kekurangan yang karenanya peneliti dari Australia itu telah memulai membuat model detail cetak 3D dari partikel virus.
Gambar 2. Dr. Padraig Strappe dari CQUniversity's menunjukkan mode virus cetak 3D dihadapan mahasiswa.
“Virus bisa menjadi sulit untuk dipelajari, jadi dengan fasilitas dari cetak 3D kita dapat mengambil informasi mengenai struktur mereka dan mencetaknya dengan ukuran yang besar dan dalam jumlah yang besar sehingga para mahasiswa memegang, melihat dan mengerti detail yang baik dari struktur yang diasosiasikan dengan penyakit/wabah tersebut ,” dijelaskan oleh Dr. Padraig Strappe, dosen senior Biologi di CQUniversity.
Model cetak 3D yang masing-masing berukuran seperti ukuran sebuah bola softball, dan terbuat dari plastik yang dikeluarkan melalui printer 3D dengan teknologi FDM. Setiap virus membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk dicetak 3D dan mempunyai tingkat keakurasian 0,2 mm/
Model 3D digital dikumpulkan dari organisasi peneliti yang berbeda-beda yang telah memindai dan mengunggah file digital berbagai macam virus.
Karena tertarik dengan upaya itu, Dr. Strappe menambahkan:”Itu adalah teknik pembelajaran yang sangat manjur- suatu hari kita tiba di ruang perkuliahan dan daripada sekedar melihat sebuah gambar, kita bisa melemparkan model virus tersebut ke kerumunan dan bilang, ‘hei, tangkap flu ini !’”
Gambar 3. Seorang mahasiswa CQUniversity memegang salah satu model virus cetak 3D.
Mungkin bagian paling sulit untuk dipahamiditerima adalah seberapa besar model virus cetak 3D ini diperbesar agar model itu dapat dipegang dan divisualisasikan. Menurut tim penelti tersebut, ukuran tubuh seseorang jika dibesarkan sesuai dengan model virus cetak 3D itu, maka tingginya akan seperti lebar dari benua Australia, “dengan ujung kepala di Brisbane dan ujung kakinya di Perth. ”
Model virus yang dicetak 3D adalah dimaksudkan untuk memberikan lebih lagi mahasiswa sebuah pemahaman langsung bagaimana virus yang berbeda-beda bekerja di dalam tubuh dan bahkan beberapa partikel cetak 3D virus menunjukkan bagaimana antibodi mengikat dan melawan virus itu.
Dr. Strappe mengatakan bahwa model ini dapat menjadi sesuatu yang khusus dan berguna dalam pembelajaran dari bagaimana beberapa virus, seperti influenza, berevolusi dan bermutasi untuk mengatasi vaksin yang diberikan.
Sumber : http://www.3ders.org/articles/20171002-australian-university-3d-prints-scaled-up-virus-particles-for-tactile-health-education.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar